PERJUANGAN HIDUP DALAM MEMENUHI
KEBUTUHAN
KELUARGA BAPAK ABDUL SYAKUR
MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah
Pengantar Ilmu Sejarah
yang dibina oleh Ibu Indah W. P. Utami, S.Pd,
S. Hum, M. Pd
oleh
Zainal Abidin
130731616733
UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
FAKULTAS
ILMU SOSIAL
JURUSAN
SEJARAH
Desember
2013
DAFTAR
ISI
hal
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................... .............................. .............................. ... 1
1.2 Rumusan Masalah....................... .............................. ........................... 1
1.3 Tujuan Penulisan Makalah....................... .............................. .............. 1
1.4 Metode........................ .............................. .............................. ............. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Awal Kehidupan Keluarga
Bapak Syakur........................ ................... 4
2.2 Kehidupan Keluarga Bapak
Syakur di Jawa Barat......................... ..... 5
2.3 Kehidupan Keluarga Bapak
Syakur di Jawa Timur......................... .... 6
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................... .............................. .............................. .......... 8
3.2 Saran......................... .............................. .............................. ............... 8
DAFTAR
RUJUKAN....................... .............................. .............................. ....... 9
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehidupan merupakan suatau proses yang
dialami oleh manusia baik dalam suatu organisasi dalam lingkungan masyarakat,
maupun dalam lingkungan keluarga. Dalam proses ini setiap manusia memiliki
kisah hidup yang berbeda-beda. Tak terkecuali kehidupan yang dialamai oleh
setiap orang dalam keluarganya masing-masing. Salah satunya keluarga dari Bapak
Syakur, seorang warga desa kecil disalah satu kota di Indonesia.
Kehidupan keluarga Bapak Syakur ini
penuh perjuangan. Perjuangan-perjuangan tersebut tidak lain dan tidak bukan
adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup anggota keluarga tersebut. Dari
perjuangan perjuangan tersebut inilah yang mendorong penulis untuk menuliskan
kisah perjuangan bapak ini dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah awal mula kehidupan
keluarga Bapak Syakur?
2. Bagaimanakah kehidupan keluarga Bapak Syakur pada saat
di Jawa Barat?
3. Bagaimanakah kehidupan keluarga Bapak Syakur pada saat
di Jawa Timur?
1.3 Tujuan Penulisan
Makalah
1. Mengetahui Awal kehidupan keluarga
Bapak Syakur;
2. Mengetahui kehidupan keluarga Bapak
Syakur di Jawa Barat
3. Mengetahui kehidupan keluarga Bapak
Syakur di Jawa Timur
1.4 Metode
1.4.1 Heuristik
Dalam pengumpulan data ini penulis menggunakan
metode wawancara kepada narasumber. Narasumber tersebut adalah Bapak Abdul
Syakur (45 tahun), Ibu Bonasri (45 tahun), Nenek Yahmi, Endang Muryanti (25
tahun) Ibu Jemiah (49 tahun), Bapak Tubani (39 tahun), dan Bapak Samat (35
tahun), dan beberapa tetangga yang digunakan untuk perbandingan.
1.4.2 Kritik
Narasumber yang diwawancarai yaitu Bapak
Abdul Syakur, beliau merupakan kepala keluarga di keluarga tersebut, selain itu
Ibu Bonasri merupakan istri dari Bapak Abdul Syakur, yang dapat dipastikan
bahwa kedua narasumber tersebut terlibat langsung darai perjalanan keluarga
ini.
Selain kedua narasumber di atas ada Nenek
Yahmi (Ibu dari Ibu Bonasri yang sekaligus mertua dari Bapak Abdul Syakur), Endang
Muryanti (anak pertama dari Ibu Bonasri), Ibu Jemiah (kakak perempuan dari Ibu
Bonasri), Bapak Tubani (adik dari Ibu Bonasri), dan Bapak Samat (adik dari
Bapak Abdul Syakur), yang penulis gunakan sebagai pendukung atas
pernyataan-pernyataan yang diungkapkan oleh pihak dari keluarga Bapak Abudul
Syakur ini.
Selain dari pihak-pihak kerabat tersebut
penulis juga mewawancarai beberapa tetangga setempat yang digunakan untuk
perbandingan akan pernyataan anggota yang bersangkutan.
1.4.3 Iterpretasi
Berdasarkan data-data yang diperoleh
dari hasil wawancara penulis dengan dengan narasumber. Bapak Abdul Syakur tidak
mudah dalam menjalani hidup demi memenuhi kebutuhan keluarganya. Dengan
berpindah ke Bandung dimungkinkan bahwa beliau mempunyai keyakinan besar, jika
hidup di sana keadaan terhadap keluarganya akan lebih baik.
1.4.4 Historiografi
Dalam penulisan kembali sejarah keluarga
ini, penulis memaparkan beberapa fase yaitu awal mula terbentuknya keluarga
ini, yang sudah secara pasti merupakan awal pertemuan (bisa dikatakan
sejarahnya) dari Bapak Abdul Syakur dan Ibu Bonasri, kemudian pemaparan pada
saat keluarga ini berada di Jawa Barat (Bandung) kemudian dilanjutkan
perjuangan keluarga ini pada waktu sudah berdomisili di Jawa Timur (Ponorogo).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Awal Kehidupan
Keluarga Bapak Abdul Syakur
Keluarga Bapak Abdul Syakur merupakan
salah satu keluarga kecil yang berada di Ponorogo. Keluarga ini mempunyai 4
orang anggota Bapak Abdul Syakur, Ibu Bonasri dan 2 orang anaknya yang bernama
Endang Muryanti dan Zainal Abidin. Keluarga ini berdomisili di RT/RW 03/04
Kalisobo Grogol Sawoo Ponorogo.
Sekitar tahun 1986-an pada saat Bapak
Syakur masih mondok di PP di Kediri (Pondok pesantren Mantenan). Pada saat itu
beliau sudah 2 tahun mondok di daerah tersebut. Sementara itu bertepatan dengan
tahun tersebut Ibu Bonasri pada waktu itu sudah dijodohkan dan menikah dengan
Bapak Jemiran. Dari pernikahan tersebut beliau mempunyai 1 orang anak yang
bernama Endang Muryanti. Sebenarnya ada dua akan tetapi yang satu meninggal
pada saat dilahirkan.
Akan tetapi penikahan antara Ibu Bonasri
tersebut tidak berlangsung lama, karena sekitar tahun 1991-an karena ada
prahara dalam keluarga tersebut maka Ibu Bonasri memutuskan untuk mengakhiri
pernikahan mereka. Tidak jelas apa yang menyebabkan Ibu Bonasri enggan
mengungkapkan hal apakah yang menyebabkan beliau memutuskan hal yang
sedemikian. Karena beliau begitu tertutup jika ditanyai tentang hal ini.
Dua tahun berselang dari perceraian Ibu
Bonasri dengan Bapak Jemiran, tercatat tanggal 18 November 1993 terjadi
pernikahan antara Bapak Syakur dengan Ibu Bonasri. Sebenarnya mereka berdua
sudah kenal lama. Hal inipun juga diungkapkan oleh beberapa tetangga disekitar
tempat tinggal mereka. Karena menurut para tetangga mereka berdua sebenarnya merupakan
“Cinta lama” yang dipertemukan. Dikarenakan sebelumnya Ibu Bonasri sebelumnya
dijodohkan dengan Bapak Jemiran. Dari pernikahan tersebut, Bapak Syakur
dikaruniai satu orang putra yang bernama Zainal Abidin.
Tujuh bulan kemudian setelah kelahiran
anak mereka yang petama, mereka merantau mengadu nasib di Jawa Barat tepatnya
di Bandung. Walau pada saat itu banyak yang melarang beliau merantau ke
Bandung, dikarenakan anak mereka yang masih kecil. Walau demikian karena tekad
mereka sudah bulat mereka pergi ke Bandung yang menurut pengakuan mereka
sekitar 15-an hari setelah Zainal di pitoni
(suatu acara/ritual yang dilakukan oleh orang jawa setelah usia si anak
menginjak 7 bulan dalam hitungan bulan jawa).
2.2 Kehidupan
Keluarga Bapak Syakur di Jawa Barat
15-an hari setelah putra mereka dipitoni
mereka merantau ke Jawa Barat untuk mengadu nasib mereka di sana. Tanpa ragu
dan tanpa gentar mereka merantau ke daerah orang yang sebelumnya belum sama
sekali mereka kenal. Akan tetapi karena dibarengi dengan kata “nekat, dungak, pasrah, lan sabar maring
Allah” mereka pergi merantau ke Jawa Barat ditemani oleh Bapak Tubani, adik
dari Ibu Bonasri.
Pertama sampai di Bandung mereka
kebingungan untuk mencari tempat tinggal, hingga mereka harus terpaksa harus
berteduh di toko sekitar dengan keadaan bayi mereka yang masih kecil. Akhirnya
melalui ikhtiar yang dijalani
keesokan harinya mereka mendapat kontrakan kepada seorang ibu hajjah. Untuk ibu
hajjah ini Bapak Syakur lupa siapa namanya.
Setelah sekitar satu tahunan bertempat
tinggal di kontrakan ini, Bapak Syakur kemudian pindah ke tempat yang tidak
jauh dari tempat tersebut. Hal ini dikarenakan kontrakan lama yang beliau
tempati oleh ibu hajjah tersebut dijual. Kontrakan kedua ini merupakan milik
seorang yang bernama Ibu Nunung. Dan di tempat inilah Bapak Syakur memulai
usaha sebagai pedagang bakso keliling.
Pada saat masih bertempat tinggal di
Bandung, mereka membuka usaha kecil-kecilan sebagai pedagang bakso. Lama
kelamaan usaha mereka mulai berkembang. Hingga ada banyak orang-orang dari
kampung asal keluarga Bapak Syakur menyusul mereka ke Bandung. Hingga Bapak
Syakur pun menjadi bos bakso di daerah tersebut.
Ternyata jalan kehidupan tidak selalu
mulus untuk dijalani. Sekitar tahun 1999-an usaha yang di geluti oleh Bapak
Syakur mengalami kegagalan. Salah satu yang menyebabkan adalah karena
karyawannya banyak yang mengundurkan diri. Kebanyakan dari karyawan yang
mengundurkan diri, mereka banyak yang membuka usaha bakso mereka sendiri, tak
terkecuali adalah Bapak Tubani, yang usahanya kian hari kian berkembang hingga
sekarang.
Pada tahun 2000 mereka pulang ke kampung
mereka. Selain karena disebabkan oleh kegagalan yang mereka alami waktu di
Bandung, mereka juga harus mengurus Nenek Yahmi yang sudah tua di rumah.
Perjalanan pulang mereka tidak lagi ditemani oleh Bapak Tubani, karena selain
dia membuka usaha di Bandung, dia juga mendapat jodoh dan menikah di sana yang
bernama Ibu Yati. Dari pernikahan mereka dikaruniai seorang putra yang bernama
Toni Setiawan.
2.3 Kehidupan
Keluarga Bapak Syakur di Jawa Timur
Tahun 2000 mereka pulang ke Jawa Timur
untuk merawat Nenek Yahmi. Sesampainya di Ponorogo, mereka tidak langsung kerja
atau membuka usaha lagi. Mereka lebih memilih untuk bertani terlebih dahulu
dengan membuka lahan di tasen (suatu
lahan pertanian yang berada di lereng-lereng gunung).
Sekitar tahun 2001 mereka membangun
rumah mereka dengan biaya yang mereka peroleh dari usaha waktu di Bandung.
Rumah tersebut dibangun bersebelahan dengan rumah Nenek Yahmi. Menurut
pengakuan Bapak Syakur, dia membangun rumah didekat rumahnya Nenek Yahmi
dikarenakan supaya lebih mudah dalam merawat Nenek Yahmi.
Tahun 2003-an Bapak Syakur merantau
untuk mengadu nasib ke Kalimantan tepatnya di Kota Sampit sebagai petani kelapa
sawit. Awalnya pada saat pertama kali mau berangkat ke pulau seberang tersebut,
Ibu Bonasri sempat melarangnya. Setelah melalui rundingan yang cukup lama
akhirnya Bapak Syakur berangkat ke Kalimantan dengan tetangga-tetangga sekitar.
Memang tidak lama Bapak Syakur di
Kalimantan, yang pertama selama kurang lebih 8 bulan, yang kedua sekitar tahun 2004
juga kurang lebih selama 8 bulan, dan pada tahun 2005 merupakan yang paling
singkat. Menurut penuturan beliau pada tahun 2005 tersebut beliau di Kalimantan
selama 6 bulan saja. Pada saat selama diperantauan Bapak Abdul Syakur merasakan
bahwa hasil yang didapat pada saat di Kalimantan tidak terlalu besar. Maka
setelah tahun 2005 beliau memutuskan untuk berhenti dari pertanian kelapa
sawit.
Pada tahun 2005, setelah beliau berhenti
dari perkebunan kelapa sawit, beliau memutuskan untuk berdagang bakso lagi,
seperti halnya pada saat di Bandung. Awalnya beliau merasa ragu, karena
ditakutkan akan mengalami kegagalan yang sama. Maka beliau memusyawarahkan hal
itu dengan Ibu Bonasri. Akhirnya Bapak Syakur bertekad bulat untuk memulai
berdagang bakso keliling lagi. Pekerjaannya inipun masih digelutinya hingga
sekarang.
Selain sebagai pedagang bakso beliau
juga bertani layaknya orang-orang desa pada umumnya. Selain itu beliau juga
menjual jasa beliau sebagai pemanen sawah orang-orang yang padinya mulai panen
dan upah dari memanenkan sawah tersebut merupakan padi dengan perbandingan yang
sudah disepakati sebelumnya (dalam bahasa daerah setempat hal ini disebut
dengan derep). Biasanya hal ini
dilakukan pada saat masuk musim penghujan.
Perjuangannya inipun tidak sampai
disini. Terutama pada saat mau menguliahkan anaknya di Universitas Negeri
Malang. Pada saat itu dia mencari utang kepada sanak saudara untuk membiayai
anaknya kuliah. Dalam pencarian utang ini tidak mudah. Hal ini terbukti,
utangan tersebut bisa didapat selama satu bulan lebih.
Bapak Syakur mengaku bahwa beliau lebih
bahagia tinggal di Ponorogo daripada tinggal di Bandung. Karena menurut
pengakuan beliau walaupun penghasilannya tidak sebesar waktu masih di Bandung,
akan tetapi beliau bisa hidup bahagia dengan keluarga. Terutama bisa mengurus
Nenek Yahmi mertuanya. Menurut beliau inilah cara berbakti beliau selaku
seorang anak mantu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam menghidupi
keluarganya, Bapak Syakur selalu dihadapkan dengan masalah-masalah. Mulai dari
kegagalan yang pertama dirasakan waktu masih di Bandung, hingga kegagalan pada
saat di perkebunan sawit di Kalimantan. Namun hal ini tidak pernah beliau
keluhkan, hal ini dibuktikan dengan kata-kata beliau “nekat, dungak, pasrah, lan sabar maring Allah”.
Suatu kebahagiaan
itu tidak dihitung dari banyaknya penghasilan ataupun kekayaan. Akan tetapi
kebahagiaan itu bisa didapat dengan berkumpul dengan keluarga. Dalam artian
lain suatu kebahagiaan itu akan kita capai jika kita bersama dengan orang-orang
yang kita sayangi. Seperti halnya yang dilakukan Bapak Syakur, dia lebih
memilih bersama-sama keluarganya dengan penghasilan pas-pasan daripada
penghasilan yang lumayan akan tetapi tidak bersama keluarga yang dia sayangi
dalam konteks ini adalah Nenek Yahmi.
3.2 Saran
Ada
pepatah mengatakan “orang-orang yang gagal adalah orang yang tidak menyadari
betapa dekatnya dia dengan kesuksesan”. Pada saat kita menghadapi permasalahan
yang menghalangi kita, kita tidak boleh mengeluh. Walaupun kegagalan demi
kegagalan kita temui, kita harus tetap tegar dan berusaha. Bisa jadi itu adalah
ujian untuk kita, untuk menguji seberapa sabarkah kita dalam menghadapi suatu
permasalahan.
DAFTAR RUJUKAN
Bonasri. 45 tahun. Desa Grogol rt/rw 03/04 Kecamatan Sawoo Kabupaten
Ponorogo. 02 Desember 2013. Melalui seluler.
Jemiah. 49 tahun. Desa Grogol rt/rw 03/04 Kecamatan Sawoo Kabupaten
Ponorogo. 03 Desember 2013. Melalui seluler
Muryanti. 25 tahun. Desa Grogol rt/rw 01/01 Kecamatan Sawoo Kabupaten
Ponorogo. 03 Desember 2013. Melalui seluler.
Samat. 35 tahun. Desa Grogol rt/rw 01/04 Kecamatan Sawoo Kabupaten
Ponorogo. 03 Desember 2013. Melalui seluler.
Syakur. 45 tahun. Desa Grogol rt/rw 03/04 Kecamatan Sawoo Kabupaten
Ponorogo. 02 Desember 2013. Melalui seluler.
Utami, I.W.P. 2013. Beberapa contoh histeriografi dengan tema sejarah
keluarga, (Online), (http://belajarsejarahum. blogspot.com/2013/11/beberapa- contoh-historiografi-dengan. html),
diakses 29 November 2013
Tubani. 39 tahun. Patrol Indramayu. 04 Desember
2013. Melalui Seluler
Tidak ada komentar:
Posting Komentar