Selasa, 10 Desember 2013

Abdhi Irawan



HISTORIOGRAFI KELUARGA BAPAK WONGSO TAMAN





MAKALAH

Untuk memenuhi tugas akhir matakuliah
Pengantar Ilmu Sejarah
yang dibina oleh Ibu Indah W.P. Utami, S.Pd., S.Hum., M.Pd









Oleh
Abdhi Irawan
130731615741

















UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
DESEMBER 2013


DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI.................................................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
1.1  Latar Belakang................................................................................................ 1
1.2  Rumusan Masalah........................................................................................... 2
1.3  Tujuan............................................................................................................. 2
1.4  Metode ........................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 4
2.1 Sejarah perjalanan hidup keluarga Bapak Wongso Taman............................. 4
2.1 Karakter Bapak Wongso Taman dalam keluarga............................................ 6

BAB III PENUTUP........................................................................................................ 7
3.1 Kesimpulan..................................................................................................... 7
3.2 Saran............................................................................................................... 7

DAFTAR RUJUKAN.................................................................................................... 8

LAMPIRAN WAWANCA............................................................................................ 9


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Keluarga merupakan sebuah sistem sosial paling kecil yang memiliki pengaruh besar bagi perkembangan individu dalam perjalanan waktu. Dalam keluarga inilah terdapat penanaman nilai-nilai dan norma-norma dasar dalam kehidupan sosial secara umum. Di sinilah awal pembentukan karakter yang dengan panduan dari kedua orang tua diharapkan seorang individu dapat menjadi insan yang berbudi luhur, berakhlak mulia, dan bermanfaat bagi agama, bangsa, dan negara. Keluarga juga merupakan tempat pertama dan yang utama bagi seseorang untuk menumpahkan segala macam perasaannya. Tempat untuk berkeluh kesah atau juga sebagai media penyelesai masalah yang sedang dihadapi.
Keluarga memiliki banyak sekali fungsi di dalamnya. Fungsi-fungsi tersebut di antaranya adalah fungsi pendidikan, keluarga sebagai agen sosial dan agen pendidikan pertama bagi seseorang dalam hidupnya. Keluarga memegang peranan penting dalam proses menuju masa depan bagi anak. Pemberian pendidikan tentang sopan santun, tata perilaku, dan juga cara-cara yang baik dalam berinteraksi dengan masyarakat yang saat ini begitu heterogen. Kemudian adalah fungsi perlindungan, keluarga hendaknya menjadi tempat yang aman, tempat yang dapat memberikan kenyamanan lahir dan batin. Selain kedua fungsi di atas juga terdapat fungsi-fungsi lain dalam keluarga yang juga tidak kalah pentingnya, yaitu fungsi sosialisasi, ekonomi, dan agama yang jika di mana semua fungsi tersebut dapat berjalan dengan baik maka bukan tidak mungkin akan berdampak kepada atmosfer dan keadaan keluarga yang lebih baik ke depan.
Tentu saja sebuah keluarga juga memiliki sebuah cerita panjang dan kaya akan pelajaran berharga yang mungkin saja tidak akan bisa di dapatkan dari tempat lain, dalam sekolah ataupun skripsi misalnya. Banyak sekali pengalaman-pengalaman berharga yang dapat di petik dalam kisah sebuah keluarga. Sebagai refleksi maupun sebagai bahan referensi bagi kita yang membacanya, sebagai kisah keluarga historiografi juga dapat menjelaskan tentang bagaimana kompleksitas kehidupan yang pernah di lalui sebuah keluarga dalam perjalanan waktu. Tak jarang ada masalah-masalah dalam kaliber besar ataupun kecil yang mengiringi perjalanan sebuah keluarga. Inti dari sebuah keluarga adalah sebuah kebersamaan yang harus dijaga hingga nanti, tanpa ada batasan dimensi. Karena keluarga merupakan awal mula kita ada sebagai manusia beradap yang mengenal dunia seperti sekarang ini. Jika ada masalah dalam sebuah keluarga hendaklah bisa diselesaikan dengan dingin dan kerja sama yang terjalin dalam anggota keluarga tersebut.
Intregasi antar anggota merupakan kunci penting dalam keharmonisan sebuah keluarga, harus ada rasa saling menghormati, saling menyayangi, peduli, dan saling

memiliki di antara anggota keluarga. Saat telah terjalin sebuah ikatan kuat yang melandasi sebuha keluarga, niscaya akan terwujud sebuah keluarga idaman yang akan membuat rumah sesederhana apapun menjadi sebuah tempat yang indah.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah perjalanan hidup keluarga Bapak Wongso Taman?
2.      Bagaimana Bapak Wongso Taman dalam mendidik keluarganya?

1.3  Tujuan
1.      Menjelaskan sejarah perjalana hidup keluarga Bapak Wongso Taman.
2.      Menjelaskan karakter Bapak Wongso Taman dalam mendidik keluarganya.

1.4  Metode
1.      Pemilihan Topik
Penulis memilih topik yang berjudul historiografi kelurga Bapak Wongso Taman. Karena penulis ingin menceritakan sejarah pejalanan hidup yang pernah dihadapi atau dijalani oleh keluarga Bapak Wongso Taman. Begitu banyak sekali pelajaran yang bisa kita petik dari kisah keluarga Bapak Wongso Taman, selikipun penulis tidak akan menuliskan semua itu secara rinci diharapkan pembaca dapat menangkap makna yang tersirat maupun tersurat dalam historiografi ini.
2.       Heuristik
Penulis menggunakan metode wawancara dengan salah satu anggota keluarga Bapak Wongso Taman.
3.      Kritik/ Verifikasi
Penulis mengupulkan data-data dari wawancara dengan salah satu keluarga Bapak Wongso Taman serta membandingkan cara yang digunakan oleh Bapak Wongso Taman dengan cara yang digunakan oleh para orang tua saat ini dalam mendidik anak-anaknya.
4.      Interpretasi
Jika  menurut penulis cara-cara yang digunakan oleh Bapak Wongso Taman memang cara yang lazim digunakan pada saat itu, memang cara yang digunakan bisa dibilang sudah tidak cocok lagi jika digunakan pada era seperti ini. Namun kita kita telah mengetahui bagaimana dampak dari perubahan sistem yang ada tersebut.



5.       Historiografi
Pada bab 1 penulis menjelaskan bagaimana cara mencari informasi dengan cara mengumpulkan wawancara. Sedangkan dalam bab 2 menjelaskan bagaimana isi dari perjalanan hidup keluarga Bapak Wongso Taman dan karakter Bapak Wongso Taman sendiri.























BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Perjalanan Sejarah Keluarga Bapak Wongso Taman.
Keluarga Bapak Wongso dapat dikatakan sebagai sebuah keluarga besar, karena dalam keluarga tersebut terdapat tujuh anggota keluarga. Bapak Wongso sendiri lahir sekitar tahun 1920-an, waktu Indonesia masih dalam kekuasaan kolonial Belanda. Bapak Wongso sendiri lahir di desa Sumbermanjing, sebuah desa kecil di selatan Jawa Timur dekat dengan pantai Ngliyep saat ini. Seperti halnya para orang-orang yang tinggal di desa, Bapak Wongso merupakan seorang petani di desa tersebut. Beliau merupakan sosok yang sangat bertanggung jawab soal menafkai keluarganya. Setiap pagi beliau selalu berangkat ke sawah selepas subuh dan baru kembali pulang ke rumah saat matahari mulai meredupkan sinarnya. Dengan lahan yang mungkin berukuran puluhan meter persegi beliau berusaha memaksimalkannya sebagai tumpuhan hidup.
Bapak Wongso sendiri memiliki tujuh anak yang diantaranya adalah lima orang perempuan dan dua orang laki-laki. Saat ini kakak kedua dari tujuh bersaudara tersebut telah pergi menghadap sang Ilahi. Jika di urutkan dari yang tertua maka urutannya adalah sebagai berikut, Salbiyah, Kasih, Trima, Damina, Launi, Minto, dan Sahwi Yudianto. Kakak kedua yaitu Ibu Kasih telah meninggal dunia beberapa tahun yang lalu karena memang usianya yang sudah memasuki usia lanjut. Sekalipun Bapak Wongso sehari-hari selalu sibuk dengan sawah yang ia garap, namun tak menyurutkan interaksinya dengan anak-anaknya. Beliau selalu bisa menyempatkan waktu di malam hari bersama seluruh anggota keluarga yang berjumlah Sembilan orang untuk saling bertukar cerita akan apa-apa saja yang telah mereka lakukan, temui, dan pelajari di hari itu.
Hidup pada jaman yang serbah sulit membuat keluarga Bapak Wongso tumbuh menjadi keluarga yang tegar dalam menjalani kerasnya kehidupan pada saat itu, sejak jaman kolonial Belanda, Jepang, hingga di era kemerdekaan yang juga banyak diwarnai kasus-kasus pemberontakan. Sikap disiplin dan jujur selalu coba beliau ajarkan kepada ketujuh anaknya tersebut, terutama dua anak termuda kerena mereka adalah anak laki-laki yang seharusnya bisa menjadi kebanggaan keluarga kelak di kemudian hari. Sikap dan mental baja coba di ajarkan kepada mereka sedini mungkin, sejak mereka masih dalam masa kanak-kanak. Sebenarnya selain bertani, Bapak Wongso juga memiliki beberapa binatang peliharaan, yaitu sapi. Sapi-sapi inilah yang juga membantu perekonomian keluarga beliau dahulu. Beliau juga merupakan seorang penjual sapi di pasar atau

lebih di kenal dengan istilah blantik. Untuk menghidupi semua sapi-sapinya, beliau memperacayakan sapi-sapi tersebut kepada kedua putranya tersebut.

Semakin hari, semakin bertambah umur beliau. Sebuah pukulan berat terjadi pada sekitar tahun 1970-an saat orang yang senantisa mendampingi beliau wafat mendahuluinya, orang tersebut merupakan istri beliau. Dari ketujuh anaknya tersebut, satu mewarisi pekerjaan sebagai penjual sapi. Sementara yang lain meneruskan menggarap sawah. Namun berbeda dengan si bungsu Sahwi Yudianto, ia merupakan saudara termuda. Sewaktu muda, Sahwi telah menamatkan bangku SMA dan melanjutkannya dengan bekerja. Kurang diketahui secara spesifik apa pekerjaannya, karena dia merupakan seorang petualang. Selepas SMA dia mencoba mengadu nasib ke kota Malang. Bukan hanya Malang, tetapi beberapa kota besar di Indonesia pun juga pernah di kunjungi sebagai daerah rantauan. Sebut saja beberapa kota besar seperti Balikpapan, Samarindah, dan beberapa kota besar di Jawa pernah ia singgahi.
Namun waktu akhirnya berkehendak supaya ia kembali ke tempat kelahirannya. Beberapa waktu di desa ia habiskan untuk membantu merawat sapi kakaknya. Namun insting petualangnya masih kental. Beberapa waktu kemudian Sahwi pun kembali merantau ke kota Malang sebagai guru honorer, kurang lebih saat itu sekitar tahun 1980-an. Berbekal pendidikan SMA dan kemampuan dalam bidang olahraga, ia melamar sebagai salah satu guru honorer di sebuah sekolah dasar negeri di daerah Bandulan, Malang. Di perantauannya yang kali inilah ia menemukan jodohnya yang akhirnya ia nikahi tidak lama setelah bertemu. Dalam pernikahnnya tersebut dikaruniai dua orang anak, anak pertama yaitu saya sendiri, Abdhi Irawan, dan anak keduanya yaitu Nadia Sari.
Kembali lagi kepada sosok Bapak Wongso. Kehidupan pada tahun 1980-an di desanya mulai membaik, beliau menikmati masa tua bersama anak-anaknya yang telah tumbuh dewasa dan melihat mereka mulai membangun bahtera rumah tannganya sendiri merupakan suatu kepuasan tersendiri. Melihat anak-anaknya menjadi orang dewasa, tidak lagi seperti halnya dua puluh tahun lalu saat mereka masih kecil, mereka berlarian kesana kemari dengan segala macam tingakah pola, kenakalan, serta semua kejahilan-kejahilan mereka yang kadang membuat orang tua harus banyak-banyak bersabar.
Hingga akhirnya pada tahun 1987, Bapak Wongso Taman menghembuskan napas terkhirnya di dunia. Saat ini anak-anak serta cucu beliau telah menjadi orang yang berhasil. Baik yang masih bertahan di desa maupun yang telah beranjak ke kota.


2.2  Karakter Bapak Wongso Taman dalam Mendidik Keluarganya
Hidup sejak jaman yang sulit membuat Bapak Wongso menjadi pribadi yang disiplin serta bermental kuat. Hidup sederhana pun selalu ia contohkan dalam kesehariannya. Beliau selalu mengedepankan kebaikan di atas segalanya. Membela kepada kebenaran dan melawan kepada kejahatan. Sikap ini coba beliau ajarkan kepada anak-anaknya melalui memberikan mereka tanggung jawab atas binatang ternak yang beliau miliki. Setiap hari anak laki-laki harus mencari rumput segar untuk sapi-sapi tersebut. Beliau mencoba membiasakan anak-anaknya untuk bekerja terlebih dahulu sebelum mendapatkan sesuatu.
Setiap hari, Launi, Minto, dan Sahwi selalu mencari rumput atau lebih di kenal dengan istilah ngarit untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak. Setiap hari mereka memikul puluhan kilo rumput di atas pundak untuk pakan ternak. Bukan hanya beban berat, namun juga jarak yang ditempuh bukanlah jarak yang sekat. Mereka harus berjalan berkilo-kilo meter dan melintasi medan perbukitan yang begitu sulit dengan jalan mendaki dan menurun yang seperti tidak ada akhirnya. Mereka tahu sebagai laki-laki sudah sepantasnya mereka harus kuat dan bisa mandiri. Tak pernah sedikit pun mereka mengeluh dengan keadaan mereka yang demikian. Mereka tekah mengerti arti tanggung jawab sebagai salah satu anggota keluarga.
Selain mengajarkan kedisiplinan dan kejujuran dalam kehidupan. Bapak Wongso juga selalu menekankan pentingnya harga diri. Janganlah ragu membela harga dirimu maupun keluargamu.
Pernah suatu ketika saat kedua kakak baradik tersebut, Minto, dan Sahwi sedang beristirahat di sela-sela kegiatan mereka mencari rumput untuk pakan hewan ternak. Mereka di ganggu oleh gerombolan orang-orang yang menurut narasumber adalah oarng-orang Madura. Tidak terima dengan perlakuan orang-orang Madura tersebut, adik termuda, Sahwi, memantang mereka berduel satu lawan satu. Dengan sigap Sahwi melemparkan sabit yang di genggam di tangannya saat itu ke arah orang-orang Madura tersebut seraya berkata, “mas, kalau memang mau cari gara-gara lebih baik sekalian saja kita duel, itu sabit saya pakailah sebagai senjata” dengan cekatan Sahwi juga mengambil sabit milik kakaknya sambil mengacungkannya ke arah orang-orang Madura tersebut. Orang-orang Madura itu pun berlarian karena takut dengan keberanian yang ditunjukkan tersebut. Dari cerita tersebut dapat kita ketahui bahwa Bapak Wongso juga telah menanamkan sikap tegas kepada anak-anaknya, agar tidak menjadi orang yang tertindas karena pada saat itu memang begitu keadaannya.
Sebuah penanaman mental agar tidak menjadi orang yang salah dalam hidup, agar tidak menjadi benalu di dunia, agar menjadi insan yang kuat dan teguh pendiriaannya. Itulah yang selulu coba di tanamkan beliau, Bapak Wongso Taman.


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
 Dalam hidup ini kita hurus menjadi orang yang berguna, setidaknya berguna bagi orang-orang terdekat bagi kita yaitu keluarga. Keluarga yang merupakan agen sosial pertama berfungsi menanamkan sifat-sifat, sistem nilai serta norma sebagai bekal kelak kita bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat yang lebih kompleks dan heterogen. Keluarga mencoba membimbing kita menjadi menusia yang baik bagi diri sendiri dan juga orang lain serta lingkungan di sekitar kita.
3.2 Saran
Dalam menghadapi hidup yang sulit kita sebagai menusia harus tetap berpegang teguh kepada kebaikan. Jangan sampai hati nurani kita tergadai oleh hal-hal fana yang coba ditawarkan oleh oknum-oknum di luar sana. Setialah kepada kebaikan maka Tuhan akan setia kepada mu.















DAFTAR RUJUKAN
Yudianto, 58 tahun, Desa Tebo Selatan, kec. Sukun, kota Malang, 4 Desember 2013,
                 di tempat kediaman Bapak Yudianto
           



           


















LAMPIRAN WAWANCARA

Pertanyaan terkait wawancara                       
Hari/tanggal                                        : Kamis / 5 Desember 2013
Pukul                                                   : 17.00-20.30 WIB
Metode                                                : Wawancara
Informasi                                             : Bapak Sahwi Yudianto
Tempat/tanggal lahir                           : Malang, 28 Mei 1955
Pekerjaan                                             : Wirausaha
Alamat                                                : Desa Tebo Selatan rt.04 rw.02 kec. Sukun kota Malang
Tempat wawancara                             : di rumah kediaman Bapak Sahwi

Bagaimana dulu kehidupan keluarga Bapak Wongso?
Bapak wongso dulu hidup dalam kesederhanaan, ya maklum kan orang desa. Sehari-hari bekerja mengurus sawah dan saya bersama saudara laki-laki saya yang semuanya berjumlah dua orang juga membantu merawat hewan ternak milik beliau. Beliau juga sosok yang santun dalam berinteraksi dengan warga lain di desa. Hidup di desa memang serba sederhana dan hampir semua pekerjaan di lakukan dengan kerja sama di antara warga.
Berapa jumlah anak Bapak Wongso?
Beliau  memiliki tujuh orang anak, lima orang perempuan dan dua orang laki-laki, yaitu Salbiyah, Kasih, Trima, Damira, Launi, Minto, Sahwi. Saat ini dari ketujuh bersaudara tersebut telah meninggal satu yaitu Ibu Kasih yang merupakan kakak tertua kedua beberapa tahun yang lalu.
Bagaimana keadaan ekonomi keluarga pada saat itu?
Dahulu sebagai petani keluarga Bapak Wongso merupakan keluarga yang bisa di bilang cukup mengingat besarnya keluarga Bapak Wongso.


Pengalaman menarik apa saja yang pernah anda alami saat menjalankan tugas dari beliau?
Salah satu pengalaman yang paling menarik yang pernah saya alami sewaktu kecil dulu adalah jika saya sedang bekerja mencari rumput hingga masuk ke dalam hutan. Dahulu sebelum harimau jawa punah saya kerap bertemu dengan harimau tersebut. Perasaan was-was dan saya lebih memilih menghindar daripada terjadi hal-hal yang tidak di inginkan terjadi kepada saya dan kakak saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar