HISTORIOGRAFI
KELUARGA BAPAK WONGSO TAMAN
MAKALAH
Untuk memenuhi tugas akhir matakuliah
Pengantar Ilmu Sejarah
yang dibina oleh Ibu Indah
W.P. Utami, S.Pd., S.Hum., M.Pd
Oleh
Abdhi Irawan
130731615741
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
DESEMBER 2013
DAFTAR
ISI
Halaman
DAFTAR
ISI.................................................................................................................... i
BAB
I PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
1.1 Latar
Belakang................................................................................................ 1
1.2 Rumusan
Masalah........................................................................................... 2
1.3 Tujuan............................................................................................................. 2
1.4 Metode
........................................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN ............................................................................................... 4
2.1
Sejarah perjalanan hidup keluarga Bapak Wongso Taman............................. 4
2.1
Karakter Bapak Wongso Taman dalam keluarga............................................ 6
BAB
III PENUTUP........................................................................................................ 7
3.1
Kesimpulan..................................................................................................... 7
3.2
Saran............................................................................................................... 7
DAFTAR
RUJUKAN.................................................................................................... 8
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Keluarga merupakan sebuah sistem sosial paling kecil
yang memiliki pengaruh besar bagi perkembangan individu dalam perjalanan waktu.
Dalam keluarga inilah terdapat penanaman nilai-nilai dan norma-norma dasar dalam
kehidupan sosial secara umum. Di sinilah awal pembentukan karakter yang dengan
panduan dari kedua orang tua diharapkan seorang individu dapat menjadi insan
yang berbudi luhur, berakhlak mulia, dan bermanfaat bagi agama, bangsa, dan
negara. Keluarga juga merupakan tempat pertama dan yang utama bagi seseorang
untuk menumpahkan segala macam perasaannya. Tempat untuk berkeluh kesah atau
juga sebagai media penyelesai masalah yang sedang dihadapi.
Keluarga
memiliki banyak sekali fungsi di dalamnya. Fungsi-fungsi tersebut di antaranya
adalah fungsi pendidikan, keluarga sebagai agen sosial dan agen pendidikan
pertama bagi seseorang dalam hidupnya. Keluarga memegang peranan penting dalam
proses menuju masa depan bagi anak. Pemberian pendidikan tentang sopan santun,
tata perilaku, dan juga cara-cara yang baik dalam berinteraksi dengan
masyarakat yang saat ini begitu heterogen. Kemudian adalah fungsi perlindungan,
keluarga hendaknya menjadi tempat yang aman, tempat yang dapat memberikan
kenyamanan lahir dan batin. Selain kedua fungsi di atas juga terdapat
fungsi-fungsi lain dalam keluarga yang juga tidak kalah pentingnya, yaitu
fungsi sosialisasi, ekonomi, dan agama yang jika di mana semua fungsi tersebut
dapat berjalan dengan baik maka bukan tidak mungkin akan berdampak kepada
atmosfer dan keadaan keluarga yang lebih baik ke depan.
Tentu
saja sebuah keluarga juga memiliki sebuah cerita panjang dan kaya akan
pelajaran berharga yang mungkin saja tidak akan bisa di dapatkan dari tempat
lain, dalam sekolah ataupun skripsi misalnya. Banyak sekali
pengalaman-pengalaman berharga yang dapat di petik dalam kisah sebuah keluarga.
Sebagai refleksi maupun sebagai bahan referensi bagi kita yang membacanya,
sebagai kisah keluarga historiografi juga dapat menjelaskan tentang bagaimana
kompleksitas kehidupan yang pernah di lalui sebuah keluarga dalam perjalanan
waktu. Tak jarang ada masalah-masalah dalam kaliber besar ataupun kecil yang
mengiringi perjalanan sebuah keluarga. Inti dari sebuah keluarga adalah sebuah
kebersamaan yang harus dijaga hingga nanti, tanpa ada batasan dimensi. Karena
keluarga merupakan awal mula kita ada sebagai manusia beradap yang mengenal
dunia seperti sekarang ini. Jika ada masalah dalam sebuah keluarga hendaklah
bisa diselesaikan dengan dingin dan kerja sama yang terjalin dalam anggota
keluarga tersebut.
Intregasi
antar anggota merupakan kunci penting dalam keharmonisan sebuah keluarga, harus
ada rasa saling menghormati, saling menyayangi, peduli, dan saling
memiliki di antara
anggota keluarga. Saat telah terjalin sebuah ikatan kuat yang melandasi sebuha
keluarga, niscaya akan terwujud sebuah keluarga idaman yang akan membuat rumah
sesederhana apapun menjadi sebuah tempat yang indah.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
sejarah perjalanan hidup keluarga Bapak Wongso Taman?
2. Bagaimana
Bapak Wongso Taman dalam mendidik keluarganya?
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan
sejarah perjalana hidup keluarga Bapak Wongso Taman.
2. Menjelaskan
karakter Bapak Wongso Taman dalam mendidik keluarganya.
1.4 Metode
1.
Pemilihan Topik
Penulis memilih topik
yang berjudul historiografi kelurga Bapak Wongso Taman. Karena penulis ingin
menceritakan sejarah pejalanan hidup yang pernah dihadapi atau dijalani oleh
keluarga Bapak Wongso Taman. Begitu banyak sekali pelajaran yang bisa kita
petik dari kisah keluarga Bapak Wongso Taman, selikipun penulis tidak akan
menuliskan semua itu secara rinci diharapkan pembaca dapat menangkap makna yang
tersirat maupun tersurat dalam historiografi ini.
2.
Heuristik
Penulis menggunakan
metode wawancara dengan salah satu anggota keluarga Bapak Wongso Taman.
3.
Kritik/ Verifikasi
Penulis mengupulkan
data-data dari wawancara dengan salah satu keluarga Bapak Wongso Taman serta
membandingkan cara yang digunakan oleh Bapak Wongso Taman dengan cara yang
digunakan oleh para orang tua saat ini dalam mendidik anak-anaknya.
4.
Interpretasi
Jika menurut penulis cara-cara yang digunakan oleh
Bapak Wongso Taman memang cara yang lazim digunakan pada saat itu, memang cara
yang digunakan bisa dibilang sudah tidak cocok lagi jika digunakan pada era
seperti ini. Namun kita kita telah mengetahui bagaimana dampak dari perubahan
sistem yang ada tersebut.
5.
Historiografi
Pada
bab 1 penulis menjelaskan bagaimana cara mencari informasi dengan cara
mengumpulkan wawancara. Sedangkan dalam bab 2 menjelaskan bagaimana isi dari
perjalanan hidup keluarga Bapak Wongso Taman dan karakter Bapak Wongso Taman
sendiri.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Perjalanan
Sejarah Keluarga Bapak Wongso Taman.
Keluarga
Bapak Wongso dapat dikatakan sebagai sebuah keluarga besar, karena dalam
keluarga tersebut terdapat tujuh anggota keluarga. Bapak Wongso sendiri lahir
sekitar tahun 1920-an, waktu Indonesia masih dalam kekuasaan kolonial Belanda.
Bapak Wongso sendiri lahir di desa Sumbermanjing, sebuah desa kecil di selatan
Jawa Timur dekat dengan pantai Ngliyep saat ini. Seperti halnya para
orang-orang yang tinggal di desa, Bapak Wongso merupakan seorang petani di desa
tersebut. Beliau merupakan sosok yang sangat bertanggung jawab soal menafkai
keluarganya. Setiap pagi beliau selalu berangkat ke sawah selepas subuh dan
baru kembali pulang ke rumah saat matahari mulai meredupkan sinarnya. Dengan
lahan yang mungkin berukuran puluhan meter persegi beliau berusaha
memaksimalkannya sebagai tumpuhan hidup.
Bapak
Wongso sendiri memiliki tujuh anak yang diantaranya adalah lima orang perempuan
dan dua orang laki-laki. Saat ini kakak kedua dari tujuh bersaudara tersebut
telah pergi menghadap sang Ilahi. Jika di urutkan dari yang tertua maka
urutannya adalah sebagai berikut, Salbiyah, Kasih, Trima, Damina, Launi, Minto,
dan Sahwi Yudianto. Kakak kedua yaitu Ibu Kasih telah meninggal dunia beberapa
tahun yang lalu karena memang usianya yang sudah memasuki usia lanjut.
Sekalipun Bapak Wongso sehari-hari selalu sibuk dengan sawah yang ia garap,
namun tak menyurutkan interaksinya dengan anak-anaknya. Beliau selalu bisa
menyempatkan waktu di malam hari bersama seluruh anggota keluarga yang
berjumlah Sembilan orang untuk saling bertukar cerita akan apa-apa saja yang
telah mereka lakukan, temui, dan pelajari di hari itu.
Hidup
pada jaman yang serbah sulit membuat keluarga Bapak Wongso tumbuh menjadi
keluarga yang tegar dalam menjalani kerasnya kehidupan pada saat itu, sejak
jaman kolonial Belanda, Jepang, hingga di era kemerdekaan yang juga banyak
diwarnai kasus-kasus pemberontakan. Sikap disiplin dan jujur selalu coba beliau
ajarkan kepada ketujuh anaknya tersebut, terutama dua anak termuda kerena
mereka adalah anak laki-laki yang seharusnya bisa menjadi kebanggaan keluarga
kelak di kemudian hari. Sikap dan mental baja coba di ajarkan kepada mereka
sedini mungkin, sejak mereka masih dalam masa kanak-kanak. Sebenarnya selain
bertani, Bapak Wongso juga memiliki beberapa binatang peliharaan, yaitu sapi.
Sapi-sapi inilah yang juga membantu perekonomian keluarga beliau dahulu. Beliau
juga merupakan seorang penjual sapi di pasar atau
lebih di kenal dengan
istilah blantik. Untuk menghidupi semua sapi-sapinya, beliau memperacayakan sapi-sapi
tersebut kepada kedua putranya tersebut.
Semakin
hari, semakin bertambah umur beliau. Sebuah pukulan berat terjadi pada sekitar
tahun 1970-an saat orang yang senantisa mendampingi beliau wafat mendahuluinya,
orang tersebut merupakan istri beliau. Dari ketujuh anaknya tersebut, satu
mewarisi pekerjaan sebagai penjual sapi. Sementara yang lain meneruskan
menggarap sawah. Namun berbeda dengan si bungsu Sahwi Yudianto, ia merupakan
saudara termuda. Sewaktu muda, Sahwi telah menamatkan bangku SMA dan
melanjutkannya dengan bekerja. Kurang diketahui secara spesifik apa
pekerjaannya, karena dia merupakan seorang petualang. Selepas SMA dia mencoba
mengadu nasib ke kota Malang. Bukan hanya Malang, tetapi beberapa kota besar di
Indonesia pun juga pernah di kunjungi sebagai daerah rantauan. Sebut saja
beberapa kota besar seperti Balikpapan, Samarindah, dan beberapa kota besar di
Jawa pernah ia singgahi.
Namun
waktu akhirnya berkehendak supaya ia kembali ke tempat kelahirannya. Beberapa
waktu di desa ia habiskan untuk membantu merawat sapi kakaknya. Namun insting
petualangnya masih kental. Beberapa waktu kemudian Sahwi pun kembali merantau
ke kota Malang sebagai guru honorer, kurang lebih saat itu sekitar tahun
1980-an. Berbekal pendidikan SMA dan kemampuan dalam bidang olahraga, ia
melamar sebagai salah satu guru honorer di sebuah sekolah dasar negeri di
daerah Bandulan, Malang. Di perantauannya yang kali inilah ia menemukan
jodohnya yang akhirnya ia nikahi tidak lama setelah bertemu. Dalam pernikahnnya
tersebut dikaruniai dua orang anak, anak pertama yaitu saya sendiri, Abdhi
Irawan, dan anak keduanya yaitu Nadia Sari.
Kembali
lagi kepada sosok Bapak Wongso. Kehidupan pada tahun 1980-an di desanya mulai
membaik, beliau menikmati masa tua bersama anak-anaknya yang telah tumbuh
dewasa dan melihat mereka mulai membangun bahtera rumah tannganya sendiri
merupakan suatu kepuasan tersendiri. Melihat anak-anaknya menjadi orang dewasa,
tidak lagi seperti halnya dua puluh tahun lalu saat mereka masih kecil, mereka
berlarian kesana kemari dengan segala macam tingakah pola, kenakalan, serta
semua kejahilan-kejahilan mereka yang kadang membuat orang tua harus
banyak-banyak bersabar.
Hingga
akhirnya pada tahun 1987, Bapak Wongso Taman menghembuskan napas terkhirnya di
dunia. Saat ini anak-anak serta cucu beliau telah menjadi orang yang berhasil.
Baik yang masih bertahan di desa maupun yang telah beranjak ke kota.
2.2 Karakter
Bapak Wongso Taman dalam Mendidik Keluarganya
Hidup
sejak jaman yang sulit membuat Bapak Wongso menjadi pribadi yang disiplin serta
bermental kuat. Hidup sederhana pun selalu ia contohkan dalam kesehariannya.
Beliau selalu mengedepankan kebaikan di atas segalanya. Membela kepada
kebenaran dan melawan kepada kejahatan. Sikap ini coba beliau ajarkan kepada
anak-anaknya melalui memberikan mereka tanggung jawab atas binatang ternak yang
beliau miliki. Setiap hari anak laki-laki harus mencari rumput segar untuk
sapi-sapi tersebut. Beliau mencoba membiasakan anak-anaknya untuk bekerja
terlebih dahulu sebelum mendapatkan sesuatu.
Setiap
hari, Launi, Minto, dan Sahwi selalu mencari rumput atau lebih di kenal dengan
istilah ngarit untuk memenuhi
kebutuhan pakan ternak. Setiap hari mereka memikul puluhan kilo rumput di atas
pundak untuk pakan ternak. Bukan hanya beban berat, namun juga jarak yang
ditempuh bukanlah jarak yang sekat. Mereka harus berjalan berkilo-kilo meter
dan melintasi medan perbukitan yang begitu sulit dengan jalan mendaki dan
menurun yang seperti tidak ada akhirnya. Mereka tahu sebagai laki-laki sudah
sepantasnya mereka harus kuat dan bisa mandiri. Tak pernah sedikit pun mereka
mengeluh dengan keadaan mereka yang demikian. Mereka tekah mengerti arti
tanggung jawab sebagai salah satu anggota keluarga.
Selain
mengajarkan kedisiplinan dan kejujuran dalam kehidupan. Bapak Wongso juga
selalu menekankan pentingnya harga diri. Janganlah ragu membela harga dirimu
maupun keluargamu.
Pernah
suatu ketika saat kedua kakak baradik tersebut, Minto, dan Sahwi sedang
beristirahat di sela-sela kegiatan mereka mencari rumput untuk pakan hewan
ternak. Mereka di ganggu oleh gerombolan orang-orang yang menurut narasumber
adalah oarng-orang Madura. Tidak terima dengan perlakuan orang-orang Madura
tersebut, adik termuda, Sahwi, memantang mereka berduel satu lawan satu. Dengan
sigap Sahwi melemparkan sabit yang di genggam di tangannya saat itu ke arah
orang-orang Madura tersebut seraya berkata, “mas, kalau memang mau cari
gara-gara lebih baik sekalian saja kita duel, itu sabit saya pakailah sebagai
senjata” dengan cekatan Sahwi juga mengambil sabit milik kakaknya sambil
mengacungkannya ke arah orang-orang Madura tersebut. Orang-orang Madura itu pun
berlarian karena takut dengan keberanian yang ditunjukkan tersebut. Dari cerita
tersebut dapat kita ketahui bahwa Bapak Wongso juga telah menanamkan sikap
tegas kepada anak-anaknya, agar tidak menjadi orang yang tertindas karena pada
saat itu memang begitu keadaannya.
Sebuah
penanaman mental agar tidak menjadi orang yang salah dalam hidup, agar tidak
menjadi benalu di dunia, agar menjadi insan yang kuat dan teguh pendiriaannya.
Itulah yang selulu coba di tanamkan beliau, Bapak Wongso Taman.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam hidup ini kita hurus menjadi orang yang
berguna, setidaknya berguna bagi orang-orang terdekat bagi kita yaitu keluarga.
Keluarga yang merupakan agen sosial pertama berfungsi menanamkan sifat-sifat,
sistem nilai serta norma sebagai bekal kelak kita bersosialisasi dengan
lingkungan masyarakat yang lebih kompleks dan heterogen. Keluarga mencoba
membimbing kita menjadi menusia yang baik bagi diri sendiri dan juga orang lain
serta lingkungan di sekitar kita.
3.2 Saran
Dalam
menghadapi hidup yang sulit kita sebagai menusia harus tetap berpegang teguh
kepada kebaikan. Jangan sampai hati nurani kita tergadai oleh hal-hal fana yang
coba ditawarkan oleh oknum-oknum di luar sana. Setialah kepada kebaikan maka
Tuhan akan setia kepada mu.
DAFTAR
RUJUKAN
Yudianto, 58 tahun,
Desa Tebo Selatan, kec. Sukun, kota Malang, 4 Desember 2013,
di tempat kediaman Bapak Yudianto
LAMPIRAN
WAWANCARA
Pertanyaan terkait
wawancara
Hari/tanggal : Kamis /
5 Desember 2013
Pukul :
17.00-20.30 WIB
Metode :
Wawancara
Informasi :
Bapak Sahwi Yudianto
Tempat/tanggal
lahir : Malang,
28 Mei 1955
Pekerjaan :
Wirausaha
Alamat :
Desa Tebo Selatan rt.04 rw.02 kec. Sukun kota Malang
Tempat wawancara : di rumah kediaman
Bapak Sahwi
Bagaimana
dulu kehidupan keluarga Bapak Wongso?
Bapak wongso dulu hidup dalam kesederhanaan, ya
maklum kan orang desa. Sehari-hari bekerja mengurus sawah dan saya bersama
saudara laki-laki saya yang semuanya berjumlah dua orang juga membantu merawat
hewan ternak milik beliau. Beliau juga sosok yang santun dalam berinteraksi
dengan warga lain di desa. Hidup di desa memang serba sederhana dan hampir
semua pekerjaan di lakukan dengan kerja sama di antara warga.
Berapa
jumlah anak Bapak Wongso?
Beliau
memiliki tujuh orang anak, lima orang perempuan dan dua orang laki-laki,
yaitu Salbiyah, Kasih, Trima, Damira, Launi, Minto, Sahwi. Saat ini dari
ketujuh bersaudara tersebut telah meninggal satu yaitu Ibu Kasih yang merupakan
kakak tertua kedua beberapa tahun yang lalu.
Bagaimana
keadaan ekonomi keluarga pada saat itu?
Dahulu sebagai petani keluarga Bapak Wongso merupakan
keluarga yang bisa di bilang cukup mengingat besarnya keluarga Bapak Wongso.
Pengalaman
menarik apa saja yang pernah anda alami saat menjalankan tugas dari beliau?
Salah satu pengalaman yang paling menarik yang
pernah saya alami sewaktu kecil dulu adalah jika saya sedang bekerja mencari
rumput hingga masuk ke dalam hutan. Dahulu sebelum harimau jawa punah saya
kerap bertemu dengan harimau tersebut. Perasaan was-was dan saya lebih memilih
menghindar daripada terjadi hal-hal yang tidak di inginkan terjadi kepada saya
dan kakak saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar