NIKAH
LAGI BUKAN JALAN KELUAR
MAKALAH
Untuk
memenuhi tugas matakuliah
Pengantar
Ilmu Sejarah
yang
dibina oleh Ibu Indah Wahyu P.U., S.Pd., S.Hum., M.Pd
Oleh
Yoga Wijaya
130731615751
UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
FAKULTAS
ILMU SOSIAL
JURUSAN
SEJARAH
Desember
2013
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Jalan
hidup yang diambil seseorang tentunya tidak akan pernah sama persis dengan
orang lain. Jalan hidup seseorang bisa dibilang sangat menarik karena jalan
tersebut dapat mempengaruhi kehidupan seseorang tersebut di masa depan bahkan
secara tidak langsung juga dapat mempengaruhi masa depan anak atau keturunan
seseorang tersebut.
Bu
Salmi adalah contoh seseorang yang beranggapan bahwa dengan adanya banyak anak
di dalam keluarganya dapat menambah rejeki dan menambah perhatian serta
tanggung jawab seorang suami pada keluarganya. Bu Salmi memiliki sepuluh orang
anak kandung dari tiga kali pernikahannya.
Namun
dalam perjalanan hidup keluarganya, anak-anak Bu Salmi tidak pernah diurusi
oleh ayah kandungnya sendiri. Tak sedikit dari anak-anak Bu Salmi yang
ditinggalkan oleh ayahnya begitu saja tanpa sebab yang jelas hingga terpaksa
hidup bersama kakak kandungnya yang sudah berumah tangga terlebih dahulu.
Manusia
tentu saja tidak dapat selalu benar dan tepat dalam memilih jalan hidupnya.
Namun dari kesalahan-kesalahan tersebut hendaknya dapat menjadi pelajaran bagi
generasi selanjutnya untuk tidak mengulangi kesalahan-kesalahan yang penah
terjadi di masa lalu. Dari kisah perjalanan hidup Bu Salmi ini hendaknya dapat
kita wujudkan sebagai sebuah pelajaran tentang masa lalu seseorang yang
berkaitan dengan pandangan masyarakat pada masa tersebut.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah perjalanan hidup
Ibu Salmi dengan suami pertama hingga suami ketiga?
2. Bagaimana permasalahan sosial
keluarga Ibu salmi?
C.
TUJUAN PENULISAN
1. Untuk
menjelaskan sejarah perjalanan hidup Ibu Salmi mulai dari pernikahan pertama
hingga pernikahan ketiga.
2. Untuk
menjelaskan permasalahan sosial Ibu Salmi.
D.
METODE
1. Pemilihan Topik
Penulis memilih topik yang berjudul nikah
lagi bukan jalan keluar. Karena penulis ingin menceritakan tentang perjalanan
hidup dan permasalahan yang dialami Ibu Salmi. Beliau merupakan nenek dari
penulis sendiri. Jalan hidup yang diambil Ibu Salmi sendiri cukup unik dan seru
untuk dibahas.
2.
Heuristik
Penulis menggunakan metode wawancara dengan Bapak Mustofa
dan Ibu Teti untuk mengumpulkan data yang
diinginkan penulis.
3. Kritik/ Verifikasi
Penulis mengumpulkan data-data dari wawancara dengan Bapak Mustofa
dan Ibu Teti. Hal ini untuk membandingkan kisah perjalanan hidup yang
dikemukakan oleh Bapak Mustofa yang merupakan menantu dari Ibu Salmi dan kisah
perjalanan hidup yang dikemukanan oleh Ibu Teti yang merupakan anak kandung
dari Ibu Salmi.
4.
Interpretasi
Menurut penulis kisah Perjalanan hidup Ibu Salmi cukup menarik karena ia
menikah tiga kali hingga mempunyai sepuluh orang anak.
5.
Historiografi
Pada bab 1 penulis menjelaskan bagaimana cara mencari informasi dengan cara mengumpulkan wawancara. Sedangkan bab 2 menjelaskan bagaimana isi dari perjalanan hidup dan permasalahan hidup yang dialami oleh Ibu Salmi.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Kehidupan Ibu Salmi
Ibu Salmi lahir pada November 1937
di keluarga yang sederhana, beliau hanya mengenyam pendidikan sampai sekolah
dasar. Karena setalah tamat dari sekolah dasar beliau kemudian dijodohkan oleh
orangtuanya dan memulai kehidupan berumah tangga di usia yang begitu muda,
yaitu 13 tahun.
2.1 Pernikahan Pertama
Pernikahan
pertama Ibu Salmi terjadi karena adanya perjodohan oleh orangtuanya dengan
seorang yang bernama Bapak Supiran. Dari pernikahan tersebut Ibu Salmi dan
Bapak Supiran memperoleh seorang anak perempuan yang bernama Ibu Suparmiatun
yang juga merupakan anak pertama dari Ibu Salmi.
Pada
awalnya rumah tangga mereka bisa dibilang harmonis. Hanya hidup berdua dengan
seorang anak. Bapak Supiran juga cukup dikenal oleh orang-orang. Namun karena
banyak dikenal orang tersebut justru menjadi awal masalah dari semua ini. Bapak
Supiran bertekad menjadi seorang kepala desa hingga habis-habisan mengeluarkan
hartanya untuk modal menjadi seorang kepala desa. Namun cita-citanya gagal dan
ia sampai menderita stress berat. Kemudian keluarga Bapak Supiran membawa
beliau ke Kalimantan untuk dirawat oleh keluarganya disana.
Ditinggallah
Ibu Salmi bersama anaknya tanpa ada alasan yang jelas dari keluarga Bapak
Supiran. Ibu Salmi yang awalnya hanya seorang ibu rumah tangga kemudian beralih
profesi sebagai pedagang makanan keliling. Ia menekuni profesi tersebut untuk
bisa menghidupi dirinya dan anak pertamanya.
2.1 Pernikahan Kedua
Ibu
Salmi terus menekuni usahanya berjualan makanan keliling, hingga akhirnya ia
menetap dan membuka warung makan di sekitar Stasiun Rejotangan, Tulungagung.
Pada saat itu Stasiun cukup ramai dan mempunyai banyak pegawai yang bertugas
dan dijaga oleh seorang mandor. Mandor di Stasiun Rejotangan pada saat itu
bernama Bapak Ngatemin. Bapak Ngatemin sering makan di warung Ibu Salmi. Dari
kedekatan antara penjual dan pembeli hubungan mereka terus berlanjut. Mereka
sering keluar bersama dan bahkan Bapak Ngatemin juga sering memberikan sebagian
uang gajinya untuk Ibu Salmi. Hubungan mereka yang semakin dekat dan dekat,
pada akhirnya berakhir pada sebuah pernikahan. Telah kita ketahui sebelumnya
bahwa Ibu Salmi telah mempunyai seorang anak dengan Bapak Supiran. Hubungan
antara Ibu Salmi dan suami sebelumnya yaitu Bapak Supiran ternyata juga tidak jelas,
belum ada kata cerai diantara mereka. Namun karena merasa ditinggalkan akhirnya
Ibu Salmi menikahi Bapak Ngatemin yang ternyata juga telah mempunyai seorang
anak laki-laki dari istri sebelum Ibu Salmi.
Pada
awalnya keluarga mereka hidup harmonis, apalagi setelah lahirnya anak pertama dari
perkawinan mereka yaitu Ibu Supriyanti. Bapak Ngatemin dan Ibu Salmi tetap
menekuni profesi mereka masing-masing untuk dapat mencukupi kebutuhan anak
mereka. Bapak Ngatemin awalnya adalah orang yang baik. Beliau menganggap Ibu
Suparmiatun yang merupakan anak dari Ibu Salmi dengan Bapak Supiran sebagai
anaknya sendiri.
Namun
karena pada saat itu masyarakat tidak mengenal KB, anak dari pasangan Ibu Salmi
dan Bapak Ngatemin terus bertambah. Yaitu Bapak Budi, Ibu Tutik, Bapak Bambang,
Bapak Edi, dan Bapak Didik. Dengan lahirnya anak-anak tersebut maka sudah
terdapat 6 anak dari hubungan Ibu Salmi dan Bapak Ngatemin. Dan Total anak
kandung Ibu Salmi pada saat itu adalah 7 anak dari 2 kali pernikahannya. Ibu
Salmi tidak merasa keberatan mempunyai banyak anak, karena pada umumnya orang
pada saat itu berpendapat "banyak anak maka banyak rejeki" Ibu Salmi
juga berfikiran bahwa dengan banyaknya jumlah anaknya maka Bapak Ngatemin akan
semakin bertanggung jawab atas keluarganya.
Sayang
sekali harapan Ibu Salmi diatas tidak berjalan semulus yang beliau harapkan.
Sifat asli Bapak Ngatemin mulai nampak, Bapak ngatemin tidak pernah menafkahi
keluarganya, suka mabuk-mabukan, hingga suka bermain dengan wanita lain. Beliau
sudah tidak memikirkan keluarganya termasuk anak-anaknya sendiri. Dan pada
akhirnya Bapak Ngatemin pergi ke Kediri dan meninggalkan keluarganya.
2.1 Pernikahan Ketiga
Ditengah
keadaan yang susah, Ibu Salmi terus berusaha menghidupi anak-anaknya dengan
berjualan makanan yang pada saat itu juga dibantu oleh anak-anaknya. Stasiun
sudah begitu ramai karena dibangunnya terminal dan sudah maraknya angkutan
pribadi. Karena keadaan tersebut Ibu Salmi memindahkan usaha warungnya ditempat
yang sangat ramai pada saat itu, yaitu disebuah tanah lapang di daerah Ngunut,
Tulungagung yang pada setiap malamnya selalu digeklar pertunjukan ketropak.
Lagi-lagi
pesona Ibu Salmi dapat menarik perhatian Bapak Jumiran yang merupakan Ketua
atau Juragan dari sebuah komunitas ketoprak yang ada disitu.
Hubungan Ibu Salmi dan Bapak Jumiran
pada akhirnya berlanjut pada sebuah pernikahan yang berarti pernikahan ketiga
bagi Ibu Salmi. Pernikahan tersebut ternyata juga merupakan pernikahan kedua
dari Bapak Jumiran. Dari pernikahan sebelumnya Bapak Jumiran juga telah
mempunyai seorang anak laki-laki.
Dari
Perkawinannya dengan Bapak Jumiran, Ibu Salmi memperolah 3 orang anak yaitu :
Ibu Teti, Bapak Heru, dan Bapak Yoyok. Bisnis ketoprak yang ditekuni Bapak
Jumiran sudah berakhir karena pada saat itu ketoprak sudah jarang diminati dan
tergeser oleh hiburan lain seperti dangdut dan bioskop. Sehingga Bapak Jumiran
beralih profesi sebagai pengrajin Tas, Topi, dan Rompi.
Karena
usahanya tidak begitu berhasil dan istrinya sudah sakit-sakitan, Bapak Jumiran
lebih memilih meninggalkan keluarganya. Anak-anaknya ditinggalkan begitu saja,
bahkan anak pertama dari Bapak Jumiran dan Ibu Salmi yaitu Ibu Teti yang
merupakan ibu saya sendiri (penulis) sejak kecil hingga dewasa hidup bersama
Ibu Suparmiatun yang merupakan anak Pertama Dari Ibu Salmi dan Bapak Supiran.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Ibu
Salmi memiliki sepuluh orang anak dari tiga kali pernikahannya. Satu anak dari
pernikahan pertama. Enam anak dari pernikahan kedua. Dan tiga anak dari
pernikahan ketiga. Beliau beranggapan bahwa dengan adanya banyak anak di dalam
keluarganya dapat menambah rejeki dan menambah perhatian serta tanggung jawab
seorang suami pada keluarganya.
Dalam perjalanan rumah tangganya,
semua berakhir nyaris sama yang pada intinya sang suami pergi meninggalkan
anak-anak dan istrinya tanpa tanggung jawab dan rasa bersalah. Dari situ dapat
kita simpulkan bahwa mempunyai banyak anak bukan merupakan jawaban untuk
menambah keharmonisan keluarga.
- Saran
Jalan
hidup yang diambil oleh seseorang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor,
diantaranya yaitu cara berfikir, keadaan yang mempersulit, dan cara pandang
orang-orang pada masanya. Dari ringkasan jalan hidup seseorang kita dapat
mengetahui kesalahan apa saja yang pernah dialami oleh orang tersebut dan
berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan tersebut hingga kita bisa lebih
mengenal dan menghargai jalan hidup yang diambil oleh orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar