SEJARAH ‘IBU
SUMIATIN’
YANG MEMBESARKAN
TUJUH ORANG ANAK
SEORANG DIRI
MAKALAH
UNTUK
MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Pengantar
Ilmu Sejarah
yang
dibina oleh Ibu Indah Wahyu P.U., M.Pd
Oleh
Suci Suryaning Dias
130731615743
UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
FAKULTAS
ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
JURUSAN SEJARAH
November
2012
DAFTAR
ISI
Halaman
DARTAR
ISI....................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.......................................................................................... 3
B. Rumusan
Masalah..................................................................................... 3
C. Tujuan........................................................................................................ 4
D. Metode...................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Latar
Belakang Keluarga Ibu Sumiatin..................................................... 6
B. Ibu
Sumiatin Membesarkan Ketujuh Anaknya......................................... 8
C. Anak-Anak
Ibu Sumiatin.......................................................................... 12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................ 17
B. Saran.......................................................................................................... 17
DAFTAR
RUJUKAN...................................................................................... ..19
LAMPIRAN........................................................................................................ 20
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kehidupan
bagaikan roda yang berputar. Dalam perputaran kehidupan, seseorang sedang ada
diatas puncak kejayaan maka dia akan diiringi oleh beribu kemudahan dan
kebahagiaan. Namun roda itu tidak akan diam statis selamanya begitu juga hidup
saat kita pernah merasakan puncak maka pastinya kita juga akan merasakan titik
terendah dan tersulit dalam hidup. Dititik ini kita diuji dengan beribu duka
dan kesukaran hidup. Bila kita mampu melewati fase ini kita pastinya akan
dinyatakan lulus oleh Tuhan.
Lalu bagaimana
cara kita untuk lulus dari cobaan hidup yang tidak mudah? Hal ini tersimpan
dalam kebulatan tekad dan keteguhan hati masing-masing orang serta bagaimana
dia akan mempertahankan hal yang dia anggap benar walaupun dunia mengatakan itu
salah. Bagaimana dia akan mempertahankan pendiriannya dan berani untuk mempertanggung
jawabkan hal itu pada Tuhan kelak
dikemudian hari.
Keteguhan hati
seperti yang telah disebutkan diatas tercermin pada sososk ibu Sumiatin. Ibu
Sumiatin merupakan sososk ibu, dan ayah dari 7 orang anak. Pasca tahun 65
kehidupannya mendadak berubah dari kehidupan yang semula serba ada menjadi
terlunta-lunta dan menderita. Bagaimana perjuangannya dalam menghidupi ke-7
anak yang kala itu masih kecil untuk menantang hidup? Bagaimana pula cara
beliau dalam memndidik dan membesarakan ke-7 anaknya sehingga mereka mampu
hidup dan tumbuh menjadi manusia yang tangguh? Dalam makalah ini saya yang
merupakan cucu dari ibu Sumiatin mencoba untuk menguraikan bagaimana historiografi
nenek saya yang amat berharga kisahnya. Makalah ini semoga dapat dijadikan
referensi bacaan unuk mengungkapkan historiografi, dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar
belakang keturunan dari ibu Sumiatin?
2. Seperti apa
perjuangan ibu Sumiatin dalam membesarkan ketujuh anaknya seorang diri?
C. Tujuan
1.
Mengtahui latar belakang keluarga dari
ibu Sumiatin.
2.
Menguraikan kisah ibu Sumiatin dalam
membesarkan ketujuh anaknya secara historis.
D. Metode
1.
Pemilihan topik
Saya memilih topik yang membahas tentang kisah perjuangan
ibu Sumiatin dalam membesarkan ketujuh anaknya karena ada faktor kedekatan
emosional antara saya dengan beliau. Ibu Sumiatin merupakan nenek kandung saya
dari pihak ayah. Sehingga sebagai cucu saya tertarik untuk mengungkapkan
bagaimana cerita perjuangan hidup keluarga ayah saya. Saya menganggap topik ini
unik karena kisah perjalanan hidup tiap orang tidaka ada satupun yang sama,
begitu pula kisah hidup ibu Sumiatin. Kisahnya terkesan unik karena penuh liku
dan perjuangan. Namun makalah ini saya fokuskan pada perjalan ibu Sumatin dalam
menghidupi ketujuh anaknya saat anak-anak ibu Sumiatin masih kecil hingga
dewasa.
2.
Heuristik
Saya menggunakan metode wawancara mendalam dengan
beberapa anak dari ibu Sumiatin, mengingat ibu Sumiatin telah meninggal dunia.
Saya sebagai cucu yang pernah mendapat cerita langsung tentang perjuangan hidup
ibu Sumiatin, mencoba untuk menggali kembali ingatan saya tentang
penuturan-penuturan beliau. Dari beberapa sumber yang berbeda itu saya kemudian
membandingkan tiap kisah yang menceritakan tentang kisah hidup ibu Sumiatin
namun dalam sudut pandang yang berbeda. Pandangan-pandangan dari masing-masing
sumber kemudian saya tarik kesimpulannya.
3.
Kritik/Verifikasi
Saya mengumpulkan data dari wawancara dengan ibu Purwati,
bapak Iwan Rediono serta ibu Ida Berlinawati mereka bertiga merupakan anak-anak
dari ibu Sumiatin. Selain itu saya juga berusaha mengingat kembali kisah-kisah
perjalanan hidup nenek saya yang pernah diceritakan kepada saya. Dari
sumber-sumber ini semuanya mengatakan hal yang intinya sama. Hal itu menyatakan
bahwa memeng benara perjalanan hidup ibu Sumiatin dalam membesarkan ketujuh
orang anaknya itu sangat berat. Setiap narasumber yang saya wawancara ternyata
punya banyak kenangan yang berbeda dengan ibu Sumiatin.
4.
Interpretasi
Menurut saya memang benar bahwa ibu Sumiatin telah
melakukan perjuangan berat dalam hidupnya. Benar bahwa sosok ibu Sumiatin
adalah sosok seorang ibu yang juga bisa merangkap sebagai sosok ayah.
5.
Historiografi
Pada bab 1 saya menjelaskan latar belakang saya mengangkat
kisah perjalanan hidup ibu Sumiatin. Dalam mengungkapkan kisah perjalanan hidup
itu saya dibantu oleh beberapa narasumber yang juga merupakan anak kandung dari
ibu Sumiatin. Selain itu saya juga mengandalkan ingatan saya tentang beliau,
tentang kisah-kisah hidup ibu Sumiatin yang pernah beliau ceritakan kepada
saya, sehingga saya dapat menuangkan kisah hidup beliau secara objektif dalam
bab ke-2. Walaupun begitu saya juga tidak memungkiri bahwa tulisan saya
bersifat inter subjektif.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Keturunan Ibu Sumiatin
Menurut ibu
Purwati yang merupakan putri tertua dari ibu Sumiatin, ibu Sumiatin merupakan
putri dari bapak Muhammad Siam dan ibu Katiyem. Muhammad Siam berasal dari
Kaliwungu. Menurut cerita yang didapat dari mendiang ibu Sumiatin ayahnya
Muhammad Siam pada awalnya adalah anak seorang kyai dari Kaliwungu. Dimasa
mudanya Muhammad Siam diutus untuk melaksanakan ibadah haji. Beliau kemudian
diberi bekal berupa materi yang cukup, namun pada prakteknya Muhammad Siam yang
kala itu sudah beristri tidak kunjung melaksanakan ibadah hajinya. Karena dalam
perjalan haji itu beliau tergoda untuk bermain judi, saat bermain judi itulah
perbekalan yang sebelumnya diberikan kepadanya habis, padahal sedetik pun dia
belum meninggalkan pulau Jawa. Mengetahui kabar tentang tingkah laku anaknya
ayah dari Muhammad Siam pun marah dan mengeluarkan sabda bahwa dia tidak
memiliki anak yang bernama Muhammad Siam, dengan kata lain Muhammad Siam diusir
oleh sang ayah. Seperti yang kita tahu dalam kepercayaan Jawa bila seorang ayah
atau ibu telah mencapai puncak kemarahan pada anaknya dan mereka sudah
mengucapkan kutukan atau sabda dari mulutnya maka sabda itu harus dihormati dan
dijalankan oleh sang anak agar tidak terjadi malapetaka. Takut akan sabda yang
terucap dari mulut ayahnya maka Muhammad Siam pergi mengelana lalu dia juga
menceraikan istri pertamanya yang telah memberi Muhammad Siam satu orang anak.
Muhammad Siam
akhirnya bertobat dan pergi mengembara. Pengembaraan itu dilaluinya dengan
jalan yang amat sukar, namun dia tabah mengadapinya karena bagi Muhammad Siam
itu adalah satu bentuk karma yang sudah sepantasnya dia terima. Jauh dia
berjalan sampailah Muahammad Siam ke kota Ponorogo. Di kota ini dia bertemu dengan
sorang gadis desa bernama Katiyem. Muhammad Siam jatuh cinta pada Katiyem, dan
menikahinya kemudian menetap di kota Ponorogo. Dari pernikahan keduanya dengan
Katiyem, Muhammad Siam memiliki empat orang anak. Anak pertama pasangan ini
berjenis kelamin perempuan dan di beri nama Sumiatin, anak kedua juga perempuan
dan diberi nama Sarwiatun, anak ketiga berjenis kelamin lali-laki bernama
Juprianto dan yang bungsu juga laki-laki bernama Kadarianto.
Anak sulungnya
yaitu Sumiatin kemudian tumbuh menjadi seorang bunga desa dengan kepribadian
yang menyenangkan. Ibu Purwati mengatakan bahwa ibu Sumiatin pernah bersekolah
di sekolah yang kala itu didirikan Belanda. Sejak masih muda Sumiatin telah
terbiasa untuk merawat orang-orang yang
sudah sepuh. Pada masa pemerintahan Jepang ternyata Sumiatin pernah mengikuti
gerakan wanita yang didirikan oleh Jepang yang bernama Fujinkai. Menurut penuturan
almarhum ibu Sumiatin terhadap saya saat belaiu masih sehat, pada masa itu
hampir tiap sore beliau mengikuti latihan baris berbaris di alun-alun kota
Ponorogo.
Keikutsertaannya
ini ternyata membawa Sumiatin untuk menemukan jodohnya. Menurut penuturan
alamarhum ibu Sumiatin terhadap saya saat beliau masih sehat pada waktu itu
setiap selesai latihan baris berbaris Sumiatin muda selalu diikuti oleh
laki-laki yang ternyata juga menjadi pimpinannya dalam gerakan. Laki-laki itu
bernama Imam Suharjo, yang ternyata menaruh hati pada Sumiatin. Imam Suharjo
yang beralamat di Jl. Kinanthi sebelah selatan Masjid Agung Ponorogo akhirnya
menikahi Sumiatin. Masa-masa awal perikahan dilalui dengan amat indah dan
menyenagkan. Dari pernikahannya dengan Imam Suharjo ibu Sumiatin melahirkan tujuh orang anak.
Namun pada
tahun 65 terjadi huru-hara yang memporak porandakan Indonesia. Peristiwa itu
ternyata juga memporak-porandakan kehidupan keluarga Sumiatin yang bahagia. Dari
seorang priyayi yang dihormati di desa Kauman Ponorogo, Sumiatin dan ketujuh
anaknya jatuh dan berbalik keadaannya seratus delapan puluh derajad. Keluarga
yang tenang itu hancur oleh peristiwa 65.
B. Ibu Sumiatin Membesarkan Ketujuh
Anaknya
Kejamnya
peristiwa 65 turut dirasakan oleh keluraga ibu Sumiatin. Ibu Sumiatin terpaksa
berpisah dengan suaminya. Walaupun mereka terpisah namun tidak sekalipun ibu
Sumiatin mau menikah lagi. Menurut ibu Purwati, sebenarnya sang ibu, yaitu ibu
Sumiatin mendapat banyak pinangan dari
laki-laki. Namun ibu Sumiatin tetap
teguh melaksanakan pesan terakhir dari mendiang suaminya, Imam Suharjo untuk
merawat dan membesarkan ketujuh anak mereka.
Saat ditinggal
oleh sang ayah ketujuh anak ibu Sumiatin masih amat belia. Yang paling besar
yaitu ibu Purwati masih berusia sekitar 16 tahun. Menurut penuturan ibu Purwati
saat ditinggal sang ayah beliau baru menginjak SMA kelas 1 dan adik bungsunya
juga masih berusia sekitar 2 tahun. Ibu Purwati dan keenam saudaranya pun
diasuh seorang diri oleh sang ibu, yaitu ibu Sumiatin. Ketujuh orang anak ibu
Sumatin ini saling menjaga dan saling bahu membahu dalam mencukupi kebutuah
ekonomi mereka.
Ibu Sumiatin
semenjak ditinggal oleh sang suami perannya bertambah berat, tidak hanya sebagai ibu beliau juga sekaligus
berperan sebagai ayah yang mencarai nafkah untuk keluaraga. Ibu Sumiatin yang
tidak mengenal kata menyerah terus berjuang untuk menafkahi keluarga. Berbagai
pekerjaan rela dilakukan demi mendapat uang untuk ketujuh anaknya. Pernah ibu
Sumiatin berjualan ‘gethuk’(sejenis jajanan pasar yang terbuat dari ubi) di
pasar Turen Surabaya. Kala itu hampir tiap hari beliau naik gerbong dan menjajakan
gethuk buatannya. Namun usaha ini ternyata bangkrut.
Usaha jualan
gethuk ibu Sumiatin yang bangrut kemudian membuat beliau banting setir menjadi
buruh serabutan. Saat musim tanam datang beliau mengerjakan sawahnya yang hanya
sepetak untuk menyambung hidup. Selain mengerjakan sawahnya menurut ibu Ida
anak bungsu dari ibu Sumiatin, beliau juga menjadi buruh tani di sawah-sawah
milik orang. Ibu Sumiatin bekerja dari pagi hingga malam. Saat musim panen usai
ibu Sumiatin bekerja sebagai buruh cuci dan buruh serabutan di pasar.
Melihat
kenyataan ini anak-anak ibu Sumiatin terpanggil untuk membantu beliau. Ibu Purwati yang kala itu masih kelas 3 SMA
akhirnya memutuskan untuk keluar dari sekolah. Selain faktor ketiadaan biaya
ibu Purwati juga merasa terpanggil untuk membantu sang ibu. Ibu Purwati
kemudian berada dirumah untuk membantu
ibu Sumiatin mengasuh keenam adiknya yang masih kecil, dan mengurusi berbagai
urusan rumah tangga keluarga. Selain itu ibu Purwati juga pernah merantau ke
Jakarta untuk bekerja di sebuah pabrik. Tidak sampai satu tahun ibu Purwati
berhenti dari pekerjaan karena ibu Sumiatin memintanya untuk pulang. Ibu
Sumiatin khawatir pada putri sulungnya yang bekerja jauh di Jakarta.
Keenam adik ibu
Purwati juga tidak mau begitu saja berpangku tangan. Sebagian dari keenam adik
ibu Purwati memutuskan untuk berhenti sekolah. Mereka berhenti sekolah untuk
meringankan beban ibunya. Dari tujuh anak bu Sumiatin yang berhasil
menyelesaikan pendidikan hingga tamat SMA/Sederajad hanya dua orang. Mereka
merupakan anak keenam dan ketujuh yaitu Iwan Rediono dan Ida Berlinawati. Kedua
orang ini mengenyam bangku sekolah hingga lulus SMA dengan mengandalkan surat
keterangan fakir miskin dari Kelurahan. Itupun mereka berdua dapat dengan
sulit.
Kehidupan masa
kecil yang sulit ini dilalui ketujuh anak ibu Sumiatin dengan tabah. Walaupun
mereka orang tidak punya dan selalu dipandang sebelah mata namun mereka berusaha
untuk menjalaninya dengan senyuman. Manurut ibu Purwati, bapak Iwan dan ibu Ida
tiap malam ibu Sumiatin yang seharian bekerja selalu menyempatkan diri untuk nuturi (memberi nasehat) mereka agar
tabah dan ikhlas menjalai hidup. Ibu Sumiatin selalu mengatakan bahwa hidup itu
tidak selamaya ada dibawah, setiap orang besar pasti pernah menjalani hidup
yang sulit. Walaupun keluarganya hanya makan sekali dalam sehari dan itupun
hanya berupa nasi tiwul dengan lauk garam dan satu buah cabe rawit namun
pantang bagi mereka untuk meminta-minta. Ibu Sumiatin selalu mengajarkan kepada
ketujuh anaknya agar mereka selalu jujur dalam hidup, wong urip iku kudu jujur amargo jujur iku gaman kanggo panguripan, gusti
Allah ora sare(orang hidup harus selalu jujur, karena jujur itu adalah
senjata dalam hidup, Tuhan itu tidak tidur). Ibu sumiatin juga mengatakan ojo tukar padu ing saduluran (dan jangan
saling bermusuhan antara sudara) karena saudara adalah orang yang akan
menguatkan kita disaat kita terjatuh nanti. Ibu Sumiatin tidak hanya nuturi dengan kata-kata, ibu Sumiatin
juga sering menceritakan dongeng-dongeng dan cerita rakyat Ponorogo sebagai
pengantar tidur ketujuh anaknya. Ada kalanya ibu Sumiatin melagukan
tembang-tembang Jawa untuk membesarkan hati ketujuh anaknya. Tembang-tembang
yang dilantunkan oleh ibu Sumiatin ini berisi tentang pitutur-pitutur Jawa yang baik.
Ibu Sumiatin membesarkan
ketujuh anaknya hingga dewasa tanpa ada seorangpun anaknya yang meninggal
akibat kelaparan. Hal ini sangat menakjubkan mengingat ibu Sumiatin dan ketujuh
anaknya yang masih kecil tiap hari hanya mengkonsumsi nasi tiwul dengan lauk
seadanya. Menurut cerita anak-anak ibu Sumiatin mereka hanya makan telur ayam
saat akan ada pelangan(acara Isra’
Mi’raj) di sekolah atau masjid, itupun satu buah telur dadar dibagi menjadi
tujuh bagian untuk dibagi rata kepada ketujuh anaknya. Untuk bisa mencicipi
rasa daging mereka harus menunggu orang mengadakan hajatan. Bila hari raya Idul
Fitri datang mereka hanya makan seadanya. Tidak ada perayaan besar seperti
sekarang, tidak ada baju baru dan makan daging seperti sekarang ini. Mereka
hanya solat Ied bersama dan saling bermaaf-maafan.
Dalam
perjalanannya keluarga ini tidak hanya dipenuhi oleh duka saja. Banyak kejadian
lucu yang juga mereka rasakan bersama. Seperti saat ibu Uni Artitik yang pernah
bertengkar dengan adiknya yang bernama Iwan Rediono. Saat itu keluarga ibu
Sumiatin sedang sahur saat bulan Ramadhan, menurut ibu Uni dia yang kala itu
sedang mengangkat air panas dari pawonan
(tungku tanah liat) melewati kaki adiknya. Tanpa sengaja kaki adiknya tersiram
air panas, singkat cerita ibu Uni pun dikejar oleh bapak Iwan sambil membawa
batu bata, namun belum sempat batu bata itu dilempar mereka dilerai dan
akhirnya bermaaf-maafan.
Banyak lagi
perjuangan yang dilakukan keluarga ibu Sumiatin utuk bertahan hidup hingga
anak-anaknya dewasa. Di masa tuanya ibu Sumiatin hidup tenang dengan putri
bungsunya ibu Ida Berlinawati. Ibu Sumiatin adalah sosok ibu, ayah dan nenek yang
patut diteladani oleh anak-anak dan cucunya. Di masa tuanya ibu Sumiatin adalah
sosok nenek yang diidolakan oleh cucu-cucunya. Hal ini karena ibu Sumiatin
merupan sosok penyayang, ramah, sabar dan hampir tidak pernah marah pada
cucunya. Ibu Sumiatin adalah nenek yang taat
menjalankan agama. Hal ini dibuktikan melalui cerita yang dituturkan
oleh tetangga ibu Sumiatin di Desa Kauman Ponorogo, bahwa setiap kali
menjalankan solat Subuh ibu Sumiatin selalu merupakan jamaah yang datang paling
awal. Beliau adalah jamaah yang datang pertama lalu menempati shaf yang paling
depan setelah sebelumnya menyapu lantai masjid. Pernah beberapa kali ada
tetangga yang mengantarkan ibu Sumiatin yang pada waktu itu berusia sekita 70
tahun ke rumah karena berangkat sholat Subuh jam 01.00 WIB. Ibu Sumiatin juga
sering menceritakan dongeng, legenda dan cerita rakyat kepada cucu-cucunya.
Dongeng yang pernah diceritakan beliau kepeda saya antara lain sepert
Lempok-Lodang, Asal Usul Bunyi Tokek, Kisah Reyog Ponorogo dan masih banyak
lagi.
Ibu Sumiatin
meninggal dengan tenang pada tanggal 17 Agustus 2012, bertepatan dengan bulan
suci Ramadhan. Ada peristiwa menarik yang terjadi dalam proses pemakaman
beliau. Ibu Sumiatin yang wafat setelah 3 bulan menderita sakit akibat usia
akhirnya menghembuskan nafas terakhir tepat 3 hari sebelum hari raya Idul
Fitri. Kepergian beliau menghadap illahi dirasa unik, beliau menghembuskan
nafas terakhir tepat setelah bertemu dengan cucu kesayangannya yang bernama
Andy Candra Buana yang juga sedang pulang kampung untuk mudik. Prosesi pemakaman
ibu Sumiatin berlangsung mulai dari pukul 01.00 WIB. Seperti pada lazimnya
prosesi pemakaman Islam beliau dimandikan, diakafani, disolatakan dan dibacakan
Surat Yasin. Lalu pada pagi hari sebelum diberangkatkan menuju pusara
tearkhirnya dilakukan prosesi pemakaman adat Jawa. Pertama prosesi dimulai
dengan meniup Dot(sejenis terompet khusus pertanda kematian yang terbuat dari
kuningan), prosesi Nyapu Latar, pembacaan doa dan permohonan maaf atas nama ibu
Sumiatin oleh keluarga, brobosan
(merupakan lambang penghormatan terakhir yang dilakukan oleh cucu almarhum
dengan melewati bawah keranda jenazah yang diangkat sebanyak 3 kali putaran)
yang dilakuan oleh semua cucu dan cicit dari ibu Sumiatin dan yang terakhir
adalah prosesi nyebar beras kuning
(menyebarkan beras kuning yang dicampur dengan bunga dan uang koin) di
sepanjang jalan mulai dari rumah duka hingga lokasi penguburan. Jenazah beliau
selesai dimakamkan tepat saat terdengar sirine
upacara bendera memperingati hari kemerdekaan dari Alun-Alun kota
Ponorogo. Beliau dimakamkan di pemakaman yang terletak tepat dibelakang Masjid
Agung Ponorogo.
C. Anak- Anak Ibu Sumiatin
1.
Purwati
Ibu Purwati adalah putri sulung dari
ibu Sumiatin dan bapak Imam Suharjo. Beliau lahir pada tahun 1950. Beliau
pernah mengenyam pendidikan di SMA 1 Ponorogo, namun karena masalah ekonomi
saat kelas 2 SMA beliau memutuskan untuk keluar. Sebagai putri sulung ibu
Purwati memiliki peran yang cukup besar dalam mengasuh adik-adiknya. Menurut
ibu Purwati, dulu dia sering menemani ibu Sumiatin bekerja di sawah ataupun
saat sedang berjualan di pasar. Sebagai anak tertua kendali terhadap rumah
tangga diberikan kepadanya selama ibu Sumiatin bekerja.
Ibu Purwati sekarang merupakan istri
dari bapak Hardjono. Beliau memiliki 4 orang anak, 2 orang menantu dan 4 orang
cucu. Anak pertamanya berjenis kelamin perempuan bernama Eva Kartika. Namun Eva meninggal saat masih balita dikarenakan
sakit. Anak kedua bernama Lina Elida, lulusan Poltek Madiun jurusan Bisnis.
Sekarang ibu Lina bekerja sebagai staf perpustakaan di SMPN 1 Ngebel. Ibu
Lina merupakan istri dari bapak Suryono,
dari pernikahan itu keduanya diakaruniai dua orang putri. Putri pertama bernama
Salwa Aulia Yolananda yang sekarang sudah kelas 2 SD, sedangkan putri keduanya
benama Rifka Ayu Pratiwi.
Anak ketiga ibu Purwati berjenis
kelamin perempuan, dia bernama Wida Gayatri. Ibu Wida merupakan lulusan D3 Ilmu
Akuntansi Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Ibu Wida sekarang bekerja sebagai
pegawai TU di SMK 1 Jenangan Ponorogo. Beliau merupakan istri dari bapak Sigit,
dari pernikahan itu ibu Wida dikaruniai 2 orang anak. Putra pertamanya bernama
Dimas Pramudya Bagaskara yang sekarang sudah TK, sedang anak kedua bernama
Galuh Kirana Pramesti.
Anak keempat dari ibu Purwati berjenis
kelamin laki-laki, dia bernama Farid Wajdi Ardjono. Farid adalah lulusan SMAN 1
Ponorogo namun sekarang belum meneruskan kuliah. Dijenjang SMA Farid berkarir
dalam OSIS selain itu Farid juga pernah menjadi salah satu anggota Paskibraka
Kabupaten Ponorogo. Sekarang Farid bekerja sebagai staf Laboratorium Komputer di SMAN 1 Ponorogo, Farid hingga
kini belum menikah.
2.
Yusuf Ernam
Yusuf Ernam merupakan putra kedua ibu
Sumiatin. Bapak Ernam lahir pada tahun 1952. Perawakannya tinggi besar, kalem
dan murah senyum. Istri bapak Ernam bernama ibu Sri, dari penikahannya bapak
Ernam dikaruniai 2 orang putri, 2 orang menantu dan 1 orang cucu laki-laki.
Bapak ernam beserta istri dan kedua anaknya kini menetap di kota Jakarta.
Putri pertama bapak Ernam bernama
Februana Ervianti. Ibu Februana merupakan lulusan STIKES Jogja jurusan
Menejemen Rumah Sakit. Ibu Februana memiliki suami yang bernama Totok, dari
pernikahan itu mereka baru dikaruniai 1 orang putra bernama Genio Fadlan El-Wildan
dia baru lahir pada tahun 2013 ini.
Anak kedua dari bapak Ernam bernama
Nila Apriani. Ibu Nila merupakan lulusan dari Universitas Satya Negara. Ibu
Nila menikah dengan bapak Andri. Di usia pernikahannya yang menginjak tahun
kelima mereka masih menantikan kehadiran momongan.
3.
Yunarkan
Bapak Yunarkan merupakan anak ketiga
dari ibu Sumiatin. Bapak Yunarkan lahir pada tahun 1954. Bapak Yunarkan pernah
menikah dengan ibu Nur. Namun sekarang mereka sudah bercerai. Dari pernikahan
itu mereka dikarunia 2 orang anak. Yang pertama bernama Rio Wicaksono. bapak
Rio memiliki istri yang bernama ibu Nur. Bapak Rio merupakan lulusan Wearnes
Madiun. Sekarang bapak Rio menetap di Pandaan Malang bersama dengan istrinya. Anak
kedua bapak Yunarkan bernama Mawar Ella Sukmarani, sekarang dia sedang menempuh kuliah semester 5 jurusan Politik
Hukum di Universitas Negeri Surabaya.
4.
Uni Artitik
Uni Artitik merupakan anak keempat ibu
Sumiatin. Beliau lahir pada tahun 1957. Ibu Uni telah memiliki suami yang bernama
bapak Minto, mereka sekarang menetap di kota Madiun. Ibu Uni memiliki 2 orang
anak, 1 orang menantu dan 2 orang cucu. Ibu Uni berkepribadian keras namun
mudah tersentuh hatinya. Ibu Uni mendidik kedua anaknya dengan keras dan tegas.
Putri pertama ibu Uni bernama Yuni Eka
Prasasti. Ibu Yuni merupakan lulusan dari Universitas Negeri Brawijaya jurusan
S1 Ilmu Kimia Murni. Ibu Yuni kini bekerja sebagai guru Kimia di SMA
Bonaventura dan SMK Farmasi Madiun. Ibu Yuni memiliki suami bernama Trio
Widodo. Dari perikahannya beliau diakaruniai 2 orang anak. Anak pertama bernama
Laras Mutiara Arimbi yang sudah bersekolah dijenjang TK. Anak ibu Yuni yang
kedua berjenis kelamin laki-laki dan diberi nama Praba Jagaddetha Abimanyu.
Anak kedua ibu Uni bernama Dodik
Ariyanto. Dodik merupakan lulusan Poltek Madiun. Beliau bekerja di Pabrik Avian
Paint. Hingga kini bapak Dodik belum menikah.
5.
Antariono
Antariono adalah anak kelima ibu
Sumiatin. Beliau lahir pada tahun 1959. Bapak Antariono berperawakan tinggi
besar, berkepribadian menyenagkan dan cenderung jahil. Bapak Antariono memiliki
seorang istri yang tengah bekerja dia Arab Saudi bernama ibu Patmirah. Dari pernikahannya
mereka hanya dikaruniai seorang anak bernama David Anthoni. Namun sayang David
meninggal pada usianya yang ke-22 tahun akibat penyakit jantung.
6.
Iwan Rediono
Iwan Rediono merupakan anak keenam ibu
Sumiatin. Beliau lahir pada tanggal 30 November 1961. Berperawakan tinggi besar
dengan kepribadian yang cenderung pendiam. Bapak Iwan Rediono memiliki seorang
istri bernama Lilik Minarmi. Keduanya pertama kali bertemu saat ibu Lilik
bersekolah di SMEA PGRI Ponorogo. Mereka bertemu karena ibu Lilik saat itu
menetap untuk kos tidak jauh dari rumah bapak Iwan. Ibu kos dari ibu Lilik
ternyata masih merupakan bibi dari bapak Iwan. Akhirnya pada tahun 1993 mereka
menikah dan sekarang menetap di Desa Dolopo Kabupaten Madiun.
Dari pernikahannya dengan ibu Lilik
mereka dikarunia seorang putri bernama Suci Suryaning Dias. Suci lahir di
Madiun tanggal 15 Januari 1995. Suci berkepribadian menyenangkan dan periang
walaupun wajahnya sering dikatakan jutek. Suci kini sedang menempuh pendidikan
di Universitas Negeri Malang jurusan S1 Pendidikan Sejarah.
7.
Ida Berlinawati
Ida Berlinawati merupakan anak bungsu
ibu Sumiatin. Di antara ketujuh saudaranya ibu Ida adalah satu-satunya anak
yang belum pernah bertemu secara langsung dengan sang ayah, yaitu Imam Suharjo.
Sebagai anak bungsu beliau sangat diistimewakan oleh kakak-kakaknya. Ibu Ida
memiliki suami bernama bapak Mudjio. Dari pernikahanya mereka dikarunia 3 orang
anak.
Anak pertama ibu Ida berjenis kelamin
laki-laki, dia bernama Andy Candra Buana. Bapak Candra merupakan lulusan
Wearnes Madiun. Kini dia bekerja sebagai karyawan di Perusahaan Megah Bangun
Baja. Sampai sasat ini bapak Candra belum menikah bapak Candra merupakan cucu
kesayangan ibu Sumiatin. Bapak Candra berperawakan tinggi besar dengan
kepribadian yang sangat unik.
Anak kedua ibu Ida bernama Bagus Wisanggeni.
Bapak Bagus juga merupakan lulusan Wearnes dan sekarang juga bekerja di
perusahaan yang sama dengan kakaknya bapak Andy Candra. Bapak Bagus hingga kini
juga belum menikah. Bapak Bagus berperawakan tinggi besar dan berkepribadian
kalem. Puri bungsu dari ibu Ida bernama Upik Puspita Dewi kini sedang menempuh
pendidikan di Universitas Negeri Malang jurusan Administrasi Pendidikan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pasca peristiwa
65 ibu Sumiatin yang ditinggal meninggal oleh bapak Imam Suharjo harus berjuang
seorang diri untuk menghidupi ketujuh orang anaknya. Kehidupan yang amat pahit
sudah pernah beliau jalani dengan ketegaran yang luar biasa. Ibu Sumiatin rela
bekerja sebagai buruh serabutan demi untuk menghidupi ketujuh orang anaknya.
Ibu Sumiatin selalu megatakan pada anak-anaknya bahwa seseorang yang tinggi
derajadnya pasti pernah merasakan cobaan yang sulit dalam hidup. Beliau
mengajarkan ketujuh anaknya agar menjadi pribadi-pribadi yang kuat, ulet dan
jujur.
Hingga anak-anaknya
dewasa ibu Sumiatin tetap menjadi panutan bagi keluarga. Satu hal yang selalu
ditekankan oleh beliau bahwa gusti Allah
ora sare (Tuhan tidak tidur). Dimata
menantu, cucu dan cicitnya ibu Sumiatin merupakan pribadi penyayang dan sabar.Ibu
Sumiatin wafat pada tanggal 17 agustus 2012 bertepatan dengan bulan suci Ramadhan.
Hingga akhir hayatnya ibu Sumiatin dikenal sebagai sosok seorang wanita tangguh
yang berani untuk tetap setia membesarkan tujuh orang anak seorang diri dimata
anak, menantu, cucu dan cicitnya.
B. Saran
Ketegaran dalam
menjalani hidup yang penuh liku dari ibu Sumiatin patut kita jadikan teladan.
Sekarang ini banyak anak muda yang mudah menyerah dan putus asa dalam mengahadapi
hidup, harusnya mereka bisa meneladani ketegaran beliau. Banyak pitutur (nasehat) yang diberikan oleh
ibu Sumiatin kepada anak dan cucunya yaitu:
1.
Wong urip iku
kudu jujur amargo jujur iku gaman kanggo panguripan, gusti Allah ora sare(orang hidup
harus selalu jujur, karena jujur itu adalah senjata dalam hidup, Tuhan itu
tidak tidur).
2.
Ojo tukar padu ing saduluran (dan jangan
saling bermusuhan antara suudara).
DAFTAR RUJUKAN
Nara Sumber
1.
Nama :
Purwati
Alamat : Jl. Astrokoro – Tambak Bayan -
Ponorogo
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Keterangan : Anak nomor 1
2.
Nama : Iwan Rediono
Alamat : Dolopo
- Madiun
Pekerjaan : Swasta
Keterangan : Anak nomor 6
3.
Nama : Ida Berlinawati
Alamat : Jl.
Kyai Mojo – Kauman - Ponorogo
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Keterangan : Anak nomor 7
Lampiran
1.
Foto
anak laki-laki ibu Sumiatin dan sanak keluarga
2.
Foto
anak perempuan ibu Sumiatin dan sanak keluarga
3.
Foto
ibu sumiatin beserta anak, menantu dan cucu
4.
Foto ibu Sumiatin
|
5.
Foto suami ibu
Sumiatin, Imam Suharjo
|
6.
Foto
ibu Sumiatin bersama dengan anak-anaknya
7.
Foto
ibu sumiatin bersama dengan menantu wanita
8.
Foto makam ibu
Sumiatin
|
9.
Foto cicit ibu
Sumiatin
|
10. Foto keluarga besar ibu Sumiatin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar