Selasa, 10 Desember 2013

Suci Suryaning Dias



SEJARAH ‘IBU SUMIATIN’
YANG MEMBESARKAN TUJUH ORANG ANAK
 SEORANG DIRI


MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Pengantar Ilmu Sejarah
yang dibina oleh Ibu Indah Wahyu P.U., M.Pd



Oleh
Suci Suryaning Dias
130731615743

















UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
November 2012
                                            DAFTAR ISI                                           
Halaman
DARTAR ISI....................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.......................................................................................... 3
B.     Rumusan Masalah..................................................................................... 3       
C.     Tujuan........................................................................................................ 4
D.    Metode...................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN
A.    Latar Belakang Keluarga Ibu Sumiatin..................................................... 6
B.     Ibu Sumiatin Membesarkan Ketujuh Anaknya......................................... 8
C.     Anak-Anak Ibu Sumiatin.......................................................................... 12
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan................................................................................................ 17
B.     Saran.......................................................................................................... 17
DAFTAR RUJUKAN...................................................................................... ..19
LAMPIRAN........................................................................................................ 20












BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kehidupan bagaikan roda yang berputar. Dalam perputaran kehidupan, seseorang sedang ada diatas puncak kejayaan maka dia akan diiringi oleh beribu kemudahan dan kebahagiaan. Namun roda itu tidak akan diam statis selamanya begitu juga hidup saat kita pernah merasakan puncak maka pastinya kita juga akan merasakan titik terendah dan tersulit dalam hidup. Dititik ini kita diuji dengan beribu duka dan kesukaran hidup. Bila kita mampu melewati fase ini kita pastinya akan dinyatakan lulus oleh Tuhan.
Lalu bagaimana cara kita untuk lulus dari cobaan hidup yang tidak mudah? Hal ini tersimpan dalam kebulatan tekad dan keteguhan hati masing-masing orang serta bagaimana dia akan mempertahankan hal yang dia anggap benar walaupun dunia mengatakan itu salah. Bagaimana dia akan mempertahankan pendiriannya dan berani untuk mempertanggung jawabkan  hal itu pada Tuhan kelak dikemudian hari.
Keteguhan hati seperti yang telah disebutkan diatas tercermin pada sososk ibu Sumiatin. Ibu Sumiatin merupakan sososk ibu, dan ayah dari 7 orang anak. Pasca tahun 65 kehidupannya mendadak berubah dari kehidupan yang semula serba ada menjadi terlunta-lunta dan menderita. Bagaimana perjuangannya dalam menghidupi ke-7 anak yang kala itu masih kecil untuk menantang hidup? Bagaimana pula cara beliau dalam memndidik dan membesarakan ke-7 anaknya sehingga mereka mampu hidup dan tumbuh menjadi manusia yang tangguh? Dalam makalah ini saya yang merupakan cucu dari ibu Sumiatin mencoba untuk menguraikan bagaimana historiografi nenek saya yang amat berharga kisahnya. Makalah ini semoga dapat dijadikan referensi bacaan unuk mengungkapkan historiografi, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat.


B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana latar belakang keturunan dari ibu Sumiatin?
2.      Seperti apa perjuangan ibu Sumiatin dalam membesarkan ketujuh anaknya seorang diri?
C.    Tujuan
1.      Mengtahui latar belakang keluarga dari ibu Sumiatin.
2.      Menguraikan kisah ibu Sumiatin dalam membesarkan ketujuh anaknya secara historis.
D.    Metode
1.      Pemilihan topik
Saya memilih topik yang membahas tentang kisah perjuangan ibu Sumiatin dalam membesarkan ketujuh anaknya karena ada faktor kedekatan emosional antara saya dengan beliau. Ibu Sumiatin merupakan nenek kandung saya dari pihak ayah. Sehingga sebagai cucu saya tertarik untuk mengungkapkan bagaimana cerita perjuangan hidup keluarga ayah saya. Saya menganggap topik ini unik karena kisah perjalanan hidup tiap orang tidaka ada satupun yang sama, begitu pula kisah hidup ibu Sumiatin. Kisahnya terkesan unik karena penuh liku dan perjuangan. Namun makalah ini saya fokuskan pada perjalan ibu Sumatin dalam menghidupi ketujuh anaknya saat anak-anak ibu Sumiatin masih kecil hingga dewasa.
2.      Heuristik
Saya menggunakan metode wawancara mendalam dengan beberapa anak dari ibu Sumiatin, mengingat ibu Sumiatin telah meninggal dunia. Saya sebagai cucu yang pernah mendapat cerita langsung tentang perjuangan hidup ibu Sumiatin, mencoba untuk menggali kembali ingatan saya tentang penuturan-penuturan beliau. Dari beberapa sumber yang berbeda itu saya kemudian membandingkan tiap kisah yang menceritakan tentang kisah hidup ibu Sumiatin namun dalam sudut pandang yang berbeda. Pandangan-pandangan dari masing-masing sumber kemudian saya tarik kesimpulannya.
3.      Kritik/Verifikasi
Saya mengumpulkan data dari wawancara dengan ibu Purwati, bapak Iwan Rediono serta ibu Ida Berlinawati mereka bertiga merupakan anak-anak dari ibu Sumiatin. Selain itu saya juga berusaha mengingat kembali kisah-kisah perjalanan hidup nenek saya yang pernah diceritakan kepada saya. Dari sumber-sumber ini semuanya mengatakan hal yang intinya sama. Hal itu menyatakan bahwa memeng benara perjalanan hidup ibu Sumiatin dalam membesarkan ketujuh orang anaknya itu sangat berat. Setiap narasumber yang saya wawancara ternyata punya banyak kenangan yang berbeda dengan ibu Sumiatin.
4.      Interpretasi
Menurut saya memang benar bahwa ibu Sumiatin telah melakukan perjuangan berat dalam hidupnya. Benar bahwa sosok ibu Sumiatin adalah sosok seorang ibu yang juga bisa merangkap sebagai sosok ayah.
5.      Historiografi
Pada bab 1 saya menjelaskan latar belakang saya mengangkat kisah perjalanan hidup ibu Sumiatin. Dalam mengungkapkan kisah perjalanan hidup itu saya dibantu oleh beberapa narasumber yang juga merupakan anak kandung dari ibu Sumiatin. Selain itu saya juga mengandalkan ingatan saya tentang beliau, tentang kisah-kisah hidup ibu Sumiatin yang pernah beliau ceritakan kepada saya, sehingga saya dapat menuangkan kisah hidup beliau secara objektif dalam bab ke-2. Walaupun begitu saya juga tidak memungkiri bahwa tulisan saya bersifat inter subjektif.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Latar Belakang Keturunan Ibu Sumiatin
Menurut ibu Purwati yang merupakan putri tertua dari ibu Sumiatin, ibu Sumiatin merupakan putri dari bapak Muhammad Siam dan ibu Katiyem. Muhammad Siam berasal dari Kaliwungu. Menurut cerita yang didapat dari mendiang ibu Sumiatin ayahnya Muhammad Siam pada awalnya adalah anak seorang kyai dari Kaliwungu. Dimasa mudanya Muhammad Siam diutus untuk melaksanakan ibadah haji. Beliau kemudian diberi bekal berupa materi yang cukup, namun pada prakteknya Muhammad Siam yang kala itu sudah beristri tidak kunjung melaksanakan ibadah hajinya. Karena dalam perjalan haji itu beliau tergoda untuk bermain judi, saat bermain judi itulah perbekalan yang sebelumnya diberikan kepadanya habis, padahal sedetik pun dia belum meninggalkan pulau Jawa. Mengetahui kabar tentang tingkah laku anaknya ayah dari Muhammad Siam pun marah dan mengeluarkan sabda bahwa dia tidak memiliki anak yang bernama Muhammad Siam, dengan kata lain Muhammad Siam diusir oleh sang ayah. Seperti yang kita tahu dalam kepercayaan Jawa bila seorang ayah atau ibu telah mencapai puncak kemarahan pada anaknya dan mereka sudah mengucapkan kutukan atau sabda dari mulutnya maka sabda itu harus dihormati dan dijalankan oleh sang anak agar tidak terjadi malapetaka. Takut akan sabda yang terucap dari mulut ayahnya maka Muhammad Siam pergi mengelana lalu dia juga menceraikan istri pertamanya yang telah memberi Muhammad Siam satu orang anak.
Muhammad Siam akhirnya bertobat dan pergi mengembara. Pengembaraan itu dilaluinya dengan jalan yang amat sukar, namun dia tabah mengadapinya karena bagi Muhammad Siam itu adalah satu bentuk karma yang sudah sepantasnya dia terima. Jauh dia berjalan sampailah Muahammad Siam ke kota Ponorogo. Di kota ini dia bertemu dengan sorang gadis desa bernama Katiyem. Muhammad Siam jatuh cinta pada Katiyem, dan menikahinya kemudian menetap di kota Ponorogo. Dari pernikahan keduanya dengan Katiyem, Muhammad Siam memiliki empat orang anak. Anak pertama pasangan ini berjenis kelamin perempuan dan di beri nama Sumiatin, anak kedua juga perempuan dan diberi nama Sarwiatun, anak ketiga berjenis kelamin lali-laki bernama Juprianto dan yang bungsu juga laki-laki bernama Kadarianto.
Anak sulungnya yaitu Sumiatin kemudian tumbuh menjadi seorang bunga desa dengan kepribadian yang menyenangkan. Ibu Purwati mengatakan bahwa ibu Sumiatin pernah bersekolah di sekolah yang kala itu didirikan Belanda. Sejak masih muda Sumiatin telah terbiasa untuk merawat  orang-orang yang sudah sepuh. Pada masa pemerintahan Jepang ternyata Sumiatin pernah mengikuti gerakan wanita yang didirikan oleh Jepang yang bernama Fujinkai. Menurut penuturan almarhum ibu Sumiatin terhadap saya saat belaiu masih sehat, pada masa itu hampir tiap sore beliau mengikuti latihan baris berbaris di alun-alun kota Ponorogo.
Keikutsertaannya ini ternyata membawa Sumiatin untuk menemukan jodohnya. Menurut penuturan alamarhum ibu Sumiatin terhadap saya saat beliau masih sehat pada waktu itu setiap selesai latihan baris berbaris Sumiatin muda selalu diikuti oleh laki-laki yang ternyata juga menjadi pimpinannya dalam gerakan. Laki-laki itu bernama Imam Suharjo, yang ternyata menaruh hati pada Sumiatin. Imam Suharjo yang beralamat di Jl. Kinanthi sebelah selatan Masjid Agung Ponorogo akhirnya menikahi Sumiatin. Masa-masa awal perikahan dilalui dengan amat indah dan menyenagkan. Dari pernikahannya dengan Imam Suharjo  ibu Sumiatin melahirkan tujuh orang anak.
Namun pada tahun 65 terjadi huru-hara yang memporak porandakan Indonesia. Peristiwa itu ternyata juga memporak-porandakan kehidupan keluarga Sumiatin yang bahagia. Dari seorang priyayi yang dihormati di desa Kauman Ponorogo, Sumiatin dan ketujuh anaknya jatuh dan berbalik keadaannya seratus delapan puluh derajad. Keluarga yang tenang itu hancur oleh peristiwa 65.
B.     Ibu Sumiatin Membesarkan Ketujuh Anaknya
Kejamnya peristiwa 65 turut dirasakan oleh keluraga ibu Sumiatin. Ibu Sumiatin terpaksa berpisah dengan suaminya. Walaupun mereka terpisah namun tidak sekalipun ibu Sumiatin mau menikah lagi. Menurut ibu Purwati, sebenarnya sang ibu, yaitu ibu Sumiatin mendapat banyak pinangan dari
laki-laki. Namun ibu Sumiatin tetap teguh melaksanakan pesan terakhir dari mendiang suaminya, Imam Suharjo untuk merawat dan membesarkan ketujuh anak  mereka.
Saat ditinggal oleh sang ayah ketujuh anak ibu Sumiatin masih amat belia. Yang paling besar yaitu ibu Purwati masih berusia sekitar 16 tahun. Menurut penuturan ibu Purwati saat ditinggal sang ayah beliau baru menginjak SMA kelas 1 dan adik bungsunya juga masih berusia sekitar 2 tahun. Ibu Purwati dan keenam saudaranya pun diasuh seorang diri oleh sang ibu, yaitu ibu Sumiatin. Ketujuh orang anak ibu Sumatin ini saling menjaga dan saling bahu membahu dalam mencukupi kebutuah ekonomi mereka.
Ibu Sumiatin semenjak ditinggal oleh sang suami perannya bertambah berat, tidak  hanya sebagai ibu beliau juga sekaligus berperan sebagai ayah yang mencarai nafkah untuk keluaraga. Ibu Sumiatin yang tidak mengenal kata menyerah terus berjuang untuk menafkahi keluarga. Berbagai pekerjaan rela dilakukan demi mendapat uang untuk ketujuh anaknya. Pernah ibu Sumiatin berjualan ‘gethuk’(sejenis jajanan pasar yang terbuat dari ubi) di pasar Turen Surabaya. Kala itu hampir tiap hari beliau naik gerbong dan menjajakan gethuk buatannya. Namun usaha ini ternyata bangkrut.
Usaha jualan gethuk ibu Sumiatin yang bangrut kemudian membuat beliau banting setir menjadi buruh serabutan. Saat musim tanam datang beliau mengerjakan sawahnya yang hanya sepetak untuk menyambung hidup. Selain mengerjakan sawahnya menurut ibu Ida anak bungsu dari ibu Sumiatin, beliau juga menjadi buruh tani di sawah-sawah milik orang. Ibu Sumiatin bekerja dari pagi hingga malam. Saat musim panen usai ibu Sumiatin bekerja sebagai buruh cuci dan buruh serabutan di pasar.
Melihat kenyataan ini anak-anak ibu Sumiatin terpanggil untuk membantu beliau. Ibu  Purwati yang kala itu masih kelas 3 SMA akhirnya memutuskan untuk keluar dari sekolah. Selain faktor ketiadaan biaya ibu Purwati juga merasa terpanggil untuk membantu sang ibu. Ibu Purwati kemudian berada dirumah untuk  membantu ibu Sumiatin mengasuh keenam adiknya yang masih kecil, dan mengurusi berbagai urusan rumah tangga keluarga. Selain itu ibu Purwati juga pernah merantau ke Jakarta untuk bekerja di sebuah pabrik. Tidak sampai satu tahun ibu Purwati berhenti dari pekerjaan karena ibu Sumiatin memintanya untuk pulang. Ibu Sumiatin khawatir pada putri sulungnya yang bekerja jauh di Jakarta.
Keenam adik ibu Purwati juga tidak mau begitu saja berpangku tangan. Sebagian dari keenam adik ibu Purwati memutuskan untuk berhenti sekolah. Mereka berhenti sekolah untuk meringankan beban ibunya. Dari tujuh anak bu Sumiatin yang berhasil menyelesaikan pendidikan hingga tamat SMA/Sederajad hanya dua orang. Mereka merupakan anak keenam dan ketujuh yaitu Iwan Rediono dan Ida Berlinawati. Kedua orang ini mengenyam bangku sekolah hingga lulus SMA dengan mengandalkan surat keterangan fakir miskin dari Kelurahan. Itupun mereka berdua dapat dengan sulit.
Kehidupan masa kecil yang sulit ini dilalui ketujuh anak ibu Sumiatin dengan tabah. Walaupun mereka orang tidak punya dan selalu dipandang sebelah mata namun mereka berusaha untuk menjalaninya dengan senyuman. Manurut ibu Purwati, bapak Iwan dan ibu Ida tiap malam ibu Sumiatin yang seharian bekerja selalu menyempatkan diri untuk nuturi (memberi nasehat) mereka agar tabah dan ikhlas menjalai hidup. Ibu Sumiatin selalu mengatakan bahwa hidup itu tidak selamaya ada dibawah, setiap orang besar pasti pernah menjalani hidup yang sulit. Walaupun keluarganya hanya makan sekali dalam sehari dan itupun hanya berupa nasi tiwul dengan lauk garam dan satu buah cabe rawit namun pantang bagi mereka untuk meminta-minta. Ibu Sumiatin selalu mengajarkan kepada ketujuh anaknya agar mereka selalu jujur dalam hidup, wong urip iku kudu jujur amargo jujur iku gaman kanggo panguripan, gusti Allah ora sare(orang hidup harus selalu jujur, karena jujur itu adalah senjata dalam hidup, Tuhan itu tidak tidur). Ibu sumiatin juga mengatakan ojo tukar padu ing saduluran (dan jangan saling bermusuhan antara sudara) karena saudara adalah orang yang akan menguatkan kita disaat kita terjatuh nanti. Ibu Sumiatin tidak hanya nuturi dengan kata-kata, ibu Sumiatin juga sering menceritakan dongeng-dongeng dan cerita rakyat Ponorogo sebagai pengantar tidur ketujuh anaknya. Ada kalanya ibu Sumiatin melagukan tembang-tembang Jawa untuk membesarkan hati ketujuh anaknya. Tembang-tembang yang dilantunkan oleh ibu Sumiatin ini berisi tentang pitutur-pitutur Jawa yang baik.
Ibu Sumiatin membesarkan ketujuh anaknya hingga dewasa tanpa ada seorangpun anaknya yang meninggal akibat kelaparan. Hal ini sangat menakjubkan mengingat ibu Sumiatin dan ketujuh anaknya yang masih kecil tiap hari hanya mengkonsumsi nasi tiwul dengan lauk seadanya. Menurut cerita anak-anak ibu Sumiatin mereka hanya makan telur ayam saat akan ada pelangan(acara Isra’ Mi’raj) di sekolah atau masjid, itupun satu buah telur dadar dibagi menjadi tujuh bagian untuk dibagi rata kepada ketujuh anaknya. Untuk bisa mencicipi rasa daging mereka harus menunggu orang mengadakan hajatan. Bila hari raya Idul Fitri datang mereka hanya makan seadanya. Tidak ada perayaan besar seperti sekarang, tidak ada baju baru dan makan daging seperti sekarang ini. Mereka hanya solat Ied bersama dan saling bermaaf-maafan.
Dalam perjalanannya keluarga ini tidak hanya dipenuhi oleh duka saja. Banyak kejadian lucu yang juga mereka rasakan bersama. Seperti saat ibu Uni Artitik yang pernah bertengkar dengan adiknya yang bernama Iwan Rediono. Saat itu keluarga ibu Sumiatin sedang sahur saat bulan Ramadhan, menurut ibu Uni dia yang kala itu sedang mengangkat air panas dari pawonan (tungku tanah liat) melewati kaki adiknya. Tanpa sengaja kaki adiknya tersiram air panas, singkat cerita ibu Uni pun dikejar oleh bapak Iwan sambil membawa batu bata, namun belum sempat batu bata itu dilempar mereka dilerai dan akhirnya bermaaf-maafan.
Banyak lagi perjuangan yang dilakukan keluarga ibu Sumiatin utuk bertahan hidup hingga anak-anaknya dewasa. Di masa tuanya ibu Sumiatin hidup tenang dengan putri bungsunya ibu Ida Berlinawati. Ibu Sumiatin adalah sosok ibu, ayah dan nenek yang patut diteladani oleh anak-anak dan cucunya. Di masa tuanya ibu Sumiatin adalah sosok nenek yang diidolakan oleh cucu-cucunya. Hal ini karena ibu Sumiatin merupan sosok penyayang, ramah, sabar dan hampir tidak pernah marah pada cucunya. Ibu Sumiatin adalah nenek yang taat  menjalankan agama. Hal ini dibuktikan melalui cerita yang dituturkan oleh tetangga ibu Sumiatin di Desa Kauman Ponorogo, bahwa setiap kali menjalankan solat Subuh ibu Sumiatin selalu merupakan jamaah yang datang paling awal. Beliau adalah jamaah yang datang pertama lalu menempati shaf yang paling depan setelah sebelumnya menyapu lantai masjid. Pernah beberapa kali ada tetangga yang mengantarkan ibu Sumiatin yang pada waktu itu berusia sekita 70 tahun ke rumah karena berangkat sholat Subuh jam 01.00 WIB. Ibu Sumiatin juga sering menceritakan dongeng, legenda dan cerita rakyat kepada cucu-cucunya. Dongeng yang pernah diceritakan beliau kepeda saya antara lain sepert Lempok-Lodang, Asal Usul Bunyi Tokek, Kisah Reyog Ponorogo dan masih banyak lagi.
Ibu Sumiatin meninggal dengan tenang pada tanggal 17 Agustus 2012, bertepatan dengan bulan suci Ramadhan. Ada peristiwa menarik yang terjadi dalam proses pemakaman beliau. Ibu Sumiatin yang wafat setelah 3 bulan menderita sakit akibat usia akhirnya menghembuskan nafas terakhir tepat 3 hari sebelum hari raya Idul Fitri. Kepergian beliau menghadap illahi dirasa unik, beliau menghembuskan nafas terakhir tepat setelah bertemu dengan cucu kesayangannya yang bernama Andy Candra Buana yang juga sedang pulang kampung untuk mudik. Prosesi pemakaman ibu Sumiatin berlangsung mulai dari pukul 01.00 WIB. Seperti pada lazimnya prosesi pemakaman Islam beliau dimandikan, diakafani, disolatakan dan dibacakan Surat Yasin. Lalu pada pagi hari sebelum diberangkatkan menuju pusara tearkhirnya dilakukan prosesi pemakaman adat Jawa. Pertama prosesi dimulai dengan meniup Dot(sejenis terompet khusus pertanda kematian yang terbuat dari kuningan), prosesi Nyapu Latar, pembacaan doa dan permohonan maaf atas nama ibu Sumiatin oleh keluarga, brobosan (merupakan lambang penghormatan terakhir yang dilakukan oleh cucu almarhum dengan melewati bawah keranda jenazah yang diangkat sebanyak 3 kali putaran) yang dilakuan oleh semua cucu dan cicit dari ibu Sumiatin dan yang terakhir adalah prosesi nyebar beras kuning (menyebarkan beras kuning yang dicampur dengan bunga dan uang koin) di sepanjang jalan mulai dari rumah duka hingga lokasi penguburan. Jenazah beliau selesai dimakamkan tepat saat terdengar sirine  upacara bendera memperingati hari kemerdekaan dari Alun-Alun kota Ponorogo. Beliau dimakamkan di pemakaman yang terletak tepat dibelakang Masjid Agung Ponorogo.
C.    Anak- Anak Ibu Sumiatin
1.      Purwati
Ibu Purwati adalah putri sulung dari ibu Sumiatin dan bapak Imam Suharjo. Beliau lahir pada tahun 1950. Beliau pernah mengenyam pendidikan di SMA 1 Ponorogo, namun karena masalah ekonomi saat kelas 2 SMA beliau memutuskan untuk keluar. Sebagai putri sulung ibu Purwati memiliki peran yang cukup besar dalam mengasuh adik-adiknya. Menurut ibu Purwati, dulu dia sering menemani ibu Sumiatin bekerja di sawah ataupun saat sedang berjualan di pasar. Sebagai anak tertua kendali terhadap rumah tangga diberikan kepadanya selama ibu Sumiatin bekerja.
Ibu Purwati sekarang merupakan istri dari bapak Hardjono. Beliau memiliki 4 orang anak, 2 orang menantu dan 4 orang cucu. Anak pertamanya berjenis kelamin perempuan bernama Eva Kartika.  Namun Eva meninggal saat masih balita dikarenakan sakit. Anak kedua bernama Lina Elida, lulusan Poltek Madiun jurusan Bisnis. Sekarang ibu Lina bekerja sebagai staf perpustakaan di SMPN 1 Ngebel. Ibu Lina  merupakan istri dari bapak Suryono, dari pernikahan itu keduanya diakaruniai dua orang putri. Putri pertama bernama Salwa Aulia Yolananda yang sekarang sudah kelas 2 SD, sedangkan putri keduanya benama Rifka Ayu Pratiwi.
Anak ketiga ibu Purwati berjenis kelamin perempuan, dia bernama Wida Gayatri. Ibu Wida merupakan lulusan D3 Ilmu Akuntansi Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Ibu Wida sekarang bekerja sebagai pegawai TU di SMK 1 Jenangan Ponorogo. Beliau merupakan istri dari bapak Sigit, dari pernikahan itu ibu Wida dikaruniai 2 orang anak. Putra pertamanya bernama Dimas Pramudya Bagaskara yang sekarang sudah TK, sedang anak kedua bernama Galuh Kirana Pramesti.
Anak keempat dari ibu Purwati berjenis kelamin laki-laki, dia bernama Farid Wajdi Ardjono. Farid adalah lulusan SMAN 1 Ponorogo namun sekarang belum meneruskan kuliah. Dijenjang SMA Farid berkarir dalam OSIS selain itu Farid juga pernah menjadi salah satu anggota Paskibraka Kabupaten Ponorogo. Sekarang Farid bekerja sebagai staf Laboratorium  Komputer di SMAN 1 Ponorogo, Farid hingga kini belum menikah.
2.      Yusuf Ernam
Yusuf Ernam merupakan putra kedua ibu Sumiatin. Bapak Ernam lahir pada tahun 1952. Perawakannya tinggi besar, kalem dan murah senyum. Istri bapak Ernam bernama ibu Sri, dari penikahannya bapak Ernam dikaruniai 2 orang putri, 2 orang menantu dan 1 orang cucu laki-laki. Bapak ernam beserta istri dan kedua anaknya kini menetap di kota Jakarta.
Putri pertama bapak Ernam bernama Februana Ervianti. Ibu Februana merupakan lulusan STIKES Jogja jurusan Menejemen Rumah Sakit. Ibu Februana memiliki suami yang bernama Totok, dari pernikahan itu mereka baru dikaruniai 1 orang putra bernama Genio Fadlan El-Wildan dia baru  lahir pada tahun 2013 ini.
Anak kedua dari bapak Ernam bernama Nila Apriani. Ibu Nila merupakan lulusan dari Universitas Satya Negara. Ibu Nila menikah dengan bapak Andri. Di usia pernikahannya yang menginjak tahun kelima mereka masih menantikan kehadiran momongan.
3.      Yunarkan
Bapak Yunarkan merupakan anak ketiga dari ibu Sumiatin. Bapak Yunarkan lahir pada tahun 1954. Bapak Yunarkan pernah menikah dengan ibu Nur. Namun sekarang mereka sudah bercerai. Dari pernikahan itu mereka dikarunia 2 orang anak. Yang pertama bernama Rio Wicaksono. bapak Rio memiliki istri yang bernama ibu Nur. Bapak Rio merupakan lulusan Wearnes Madiun. Sekarang bapak Rio menetap di Pandaan Malang bersama dengan istrinya. Anak kedua bapak Yunarkan bernama Mawar Ella Sukmarani, sekarang dia sedang  menempuh kuliah semester 5 jurusan Politik Hukum di Universitas Negeri Surabaya.
4.      Uni Artitik
Uni Artitik merupakan anak keempat ibu Sumiatin. Beliau lahir pada tahun 1957. Ibu Uni telah memiliki suami yang bernama bapak Minto, mereka sekarang menetap di kota Madiun. Ibu Uni memiliki 2 orang anak, 1 orang menantu dan 2 orang cucu. Ibu Uni berkepribadian keras namun mudah tersentuh hatinya. Ibu Uni mendidik kedua anaknya dengan keras dan tegas.
Putri pertama ibu Uni bernama Yuni Eka Prasasti. Ibu Yuni merupakan lulusan dari Universitas Negeri Brawijaya jurusan S1 Ilmu Kimia Murni. Ibu Yuni kini bekerja sebagai guru Kimia di SMA Bonaventura dan SMK Farmasi Madiun. Ibu Yuni memiliki suami bernama Trio Widodo. Dari perikahannya beliau diakaruniai 2 orang anak. Anak pertama bernama Laras Mutiara Arimbi yang sudah bersekolah dijenjang TK. Anak ibu Yuni yang kedua berjenis kelamin laki-laki dan diberi nama Praba Jagaddetha Abimanyu.
Anak kedua ibu Uni bernama Dodik Ariyanto. Dodik merupakan lulusan Poltek Madiun. Beliau bekerja di Pabrik Avian Paint. Hingga kini bapak Dodik belum menikah.
5.      Antariono 
Antariono adalah anak kelima ibu Sumiatin. Beliau lahir pada tahun 1959. Bapak Antariono berperawakan tinggi besar, berkepribadian menyenagkan dan cenderung jahil. Bapak Antariono memiliki seorang istri yang tengah bekerja dia Arab Saudi bernama ibu Patmirah. Dari pernikahannya mereka hanya dikaruniai seorang anak bernama David Anthoni. Namun sayang David meninggal pada usianya yang ke-22 tahun akibat penyakit jantung.
6.      Iwan Rediono
Iwan Rediono merupakan anak keenam ibu Sumiatin. Beliau lahir pada tanggal 30 November 1961. Berperawakan tinggi besar dengan kepribadian yang cenderung pendiam. Bapak Iwan Rediono memiliki seorang istri bernama Lilik Minarmi. Keduanya pertama kali bertemu saat ibu Lilik bersekolah di SMEA PGRI Ponorogo. Mereka bertemu karena ibu Lilik saat itu menetap untuk kos tidak jauh dari rumah bapak Iwan. Ibu kos dari ibu Lilik ternyata masih merupakan bibi dari bapak Iwan. Akhirnya pada tahun 1993 mereka menikah dan sekarang menetap di Desa Dolopo Kabupaten Madiun.
Dari pernikahannya dengan ibu Lilik mereka dikarunia seorang putri bernama Suci Suryaning Dias. Suci lahir di Madiun tanggal 15 Januari 1995. Suci berkepribadian menyenangkan dan periang walaupun wajahnya sering dikatakan jutek. Suci kini sedang menempuh pendidikan di Universitas Negeri Malang jurusan S1 Pendidikan Sejarah.
7.      Ida Berlinawati
Ida Berlinawati merupakan anak bungsu ibu Sumiatin. Di antara ketujuh saudaranya ibu Ida adalah satu-satunya anak yang belum pernah bertemu secara langsung dengan sang ayah, yaitu Imam Suharjo. Sebagai anak bungsu beliau sangat diistimewakan oleh kakak-kakaknya. Ibu Ida memiliki suami bernama bapak Mudjio. Dari pernikahanya mereka dikarunia 3 orang anak.
Anak pertama ibu Ida berjenis kelamin laki-laki, dia bernama Andy Candra Buana. Bapak Candra merupakan lulusan Wearnes Madiun. Kini dia bekerja sebagai karyawan di Perusahaan Megah Bangun Baja. Sampai sasat ini bapak Candra belum menikah bapak Candra merupakan cucu kesayangan ibu Sumiatin. Bapak Candra berperawakan tinggi besar dengan kepribadian yang sangat unik.
 Anak kedua ibu Ida bernama Bagus Wisanggeni. Bapak Bagus juga merupakan lulusan Wearnes dan sekarang juga bekerja di perusahaan yang sama dengan kakaknya bapak Andy Candra. Bapak Bagus hingga kini juga belum menikah. Bapak Bagus berperawakan tinggi besar dan berkepribadian kalem. Puri bungsu dari ibu Ida bernama Upik Puspita Dewi kini sedang menempuh pendidikan di Universitas Negeri Malang jurusan Administrasi Pendidikan.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pasca peristiwa 65 ibu Sumiatin yang ditinggal meninggal oleh bapak Imam Suharjo harus berjuang seorang diri untuk menghidupi ketujuh orang anaknya. Kehidupan yang amat pahit sudah pernah beliau jalani dengan ketegaran yang luar biasa. Ibu Sumiatin rela bekerja sebagai buruh serabutan demi untuk menghidupi ketujuh orang anaknya. Ibu Sumiatin selalu megatakan pada anak-anaknya bahwa seseorang yang tinggi derajadnya pasti pernah merasakan cobaan yang sulit dalam hidup. Beliau mengajarkan ketujuh anaknya agar menjadi pribadi-pribadi yang kuat, ulet dan jujur.
Hingga anak-anaknya dewasa ibu Sumiatin tetap menjadi panutan bagi keluarga. Satu hal yang selalu ditekankan oleh beliau bahwa gusti Allah ora sare (Tuhan tidak tidur). Dimata menantu, cucu dan cicitnya ibu Sumiatin merupakan pribadi penyayang dan sabar.Ibu Sumiatin wafat pada tanggal 17 agustus 2012 bertepatan dengan bulan suci Ramadhan. Hingga akhir hayatnya ibu Sumiatin dikenal sebagai sosok seorang wanita tangguh yang berani untuk tetap setia membesarkan tujuh orang anak seorang diri dimata anak, menantu, cucu dan cicitnya.
B.     Saran
Ketegaran dalam menjalani hidup yang penuh liku dari ibu Sumiatin patut kita jadikan teladan. Sekarang ini banyak anak muda yang mudah menyerah dan putus asa dalam mengahadapi hidup, harusnya mereka bisa meneladani ketegaran beliau. Banyak pitutur (nasehat) yang diberikan oleh ibu Sumiatin kepada anak dan cucunya yaitu:
1.      Wong urip iku kudu jujur amargo jujur iku gaman kanggo panguripan, gusti Allah ora sare(orang hidup harus selalu jujur, karena jujur itu adalah senjata dalam hidup, Tuhan itu tidak tidur).

2.      Ojo  tukar padu ing saduluran (dan jangan saling bermusuhan antara suudara).



















DAFTAR RUJUKAN
Nara Sumber
1.      Nama               : Purwati
Alamat                        : Jl. Astrokoro – Tambak Bayan - Ponorogo
Pekerjaan         : Ibu rumah tangga     
Keterangan      : Anak nomor 1

2.      Nama               : Iwan Rediono
Alamat                        : Dolopo - Madiun
Pekerjaan         : Swasta
Keterangan      : Anak nomor 6

3.      Nama               : Ida Berlinawati
Alamat                        : Jl. Kyai Mojo – Kauman - Ponorogo
Pekerjaan         : Ibu rumah tangga     
Keterangan      : Anak nomor 7













Lampiran

1.      Foto anak laki-laki ibu Sumiatin dan sanak keluarga


2.      Foto anak perempuan ibu Sumiatin dan sanak keluarga

3.      Foto ibu sumiatin beserta anak, menantu dan cucu

4.      Foto ibu Sumiatin
5.      Foto suami ibu Sumiatin, Imam Suharjo




6.      Foto ibu Sumiatin bersama dengan anak-anaknya


7.      Foto ibu sumiatin bersama dengan menantu wanita








8.      Foto makam ibu Sumiatin
9.      Foto cicit ibu Sumiatin

10.  Foto keluarga besar ibu Sumiatin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar