DARI
TEMAN KECIL MENJADI PASANGAN HIDUP
MAKALAH
Untuk
memenuhi tugas matakuliah
Pengantar
Ilmu Sejarah
yang
dibina oleh Ibu Indah Wahyu P.U., S.Pd., S.Hum., M.Pd
Oleh
Risma Bayu Dwi Cahyono
130731615742
UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
FAKULTAS
ILMU SOSIAL
JURUSAN
SEJARAH
Desember
2013
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Penulisan sejarah mengenai keluarga adalah hal yang cukup
menarik untuk diuraikan. Keluarga sendiri adalah unit terkecil dalam masyarakat
yang terdiri dari keluarga inti yaitu ayah, ibu serta anak serta ditambah
anggota keluarga lain yang merupakan keluarga besar yang menjadi tanggungan
bersama dan tinggal dalam satu atap. Di dalam keluarga segala hal dapat terjadi
mulai dari kisah sedih sampai bahagia. Di dalam keluarga pula suatu pribadi
terbentuk melalui bimbingan kedua orangtua. Keluarga adalah bagian awal
dalam pembentukan kepribadian suatu
individu karena melalui keluarga suatu individu diajarkan mengenai tatanan
nilai dan norma serta aturan yang berlaku di dalam masyarakat.
Melalui
pendidikan nilai dan norma oleh keluarga suatu individu diharapkan dapat
bersosialisasi dalam lingkungan masyarakat dan dapat berbaur sesuai dengan
keadaan masyarakat sekitar. Setiap keluarga memiliki sejarah masing-masing yang
membuat suatu kisah sejarah menjadi suatu kisah yang unik. Setiap keluarga pasti mempunyai permasalahan
yang dihadapi. Entah itu permasalahan internal maupun permasalahan eksternal.
Dalam masalah tersebut harus kita hadapi dengan sabar agar permasalahan
tersebut bisa terselesaikan dengan baik dan cepat selesai. Kita dapat
menyelesaikan masalah tersebut dengan adanya kerja sama dalam menghadapi
masalah. Maka dari itu penulis membuat topik sejarah mengenai awal mula sebuah
keluarga terbentuk melalui kisah terbilang unik.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah perjalanan hidup bapak
Pujito dan Ibu Endang mulai dari masa kanak-kanak sampai dewasa?
2. Bagaimana permasalahan sosial
keluarga bapak Pujito dan Ibu Endang setelah menjadi pasangan suami istri?
C.
TUJUAN PENULISAN
1. Untuk
menjelaskan sejarah perjalanan hidup keluarga Bapak Pujito dan Ibu Endang dari
masa kanak-kanak sampai dewasa.
2. Untuk
menjelaskan permasalahan sosial keluarga Bapak Pujito dan Ibu Endang setelah
menjadi pasangan suami istri.
D.
METODE
1. Pemilihan Topik
Penulis memilih topik yang berjudul dari teman kecil menjadi pasangan hidup. Karena penulis ingin menceritakan sejarah pejalanan hidup dan
permasalahan yang pernah dihadapi atau dijalani oleh keluarga Bapak Pujito dan Ibu Endang mulai dari masa kanak-kanak sampai ketika sudah
menjadi pasangan suami istri. Beliau berdua merupakan orang tua dari penulis
sendiri. Begitu banyak
permasalahan yang dihadapi oleh Bapak Pujito
dan Ibu Endang yang sangat bagus untuk di jelaskan.
2.
Heuristik
Penulis menggunakan metode wawancara dengan Bapak Pujito dan Ibu
Endang serta anggota keluarga dari Bapak Pujito dan Ibu
Endang untuk mengumpulkan
data yang diinginkan penulis.
3. Kritik/ Verifikasi
Penulis mengumpulkan data-data dari wawancara dengan Bapak
Pujito dan Ibu
Endang serta anggota keluarga dari Bapak Pujito dan Ibu
Endang. Hal ini untuk membandingkan kisah perjalanan hidup yang dikemukakan
oleh Bapak Pujito dan Ibu Endang sendiri dengan yang dikemukakan oleh anggota
keluarga yang lain.
4.
Interpretasi
Menurut penulis kisah keluarga Bapak Pujito dan Ibu Endang dikategorikan
cerita yang cukup unik karena beliau berdua adalah sahabat dari kecil dan
akhirnya menjadi pasangan suami istri.
5.
Historiografi
Pada bab 1 penulis menjelaskan bagaimana cara
mencari informasi dengan cara mengumpulkan wawancara. Sedangkan bab 2
menjelaskan bagaimana isi dari perjalanan hidup darn permasalahan hidup yang
dijalani oleh keluarga Bapak Pujito
dan Ibu Endang.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
MASA KANAK-KANAK SAMPAI DEWASA
Bapak
Pujito lahir pada tanggal 6 Juni 1964 dari pasangan suami istri Sakijo dan
Suminem yang kesehariannya berprofesi sebagai petani. Beliau dilahirkan sebagai
anak tunggal karena tujuh hari setelah kelahirannya Ibu Suminem meninggal akibat
stres memikirkan Bapak Sakijo yang kesehariannya suka main judi dan mabuk.
Karena Bapak Sakijo tidak sanggup mengasuh anak, di masa kecil ia sempat
dititipkan kepada Budenya yang bernama Lasiyah selama tujuh tahun. Namun akibat
perlakuan yang tidak adil dengan anaknya sendiri ia kabur dari rumah budenya
dan menjadi anak asuh dari Bapak Supono dan Ibu Sutartriani, bapak Supono
berprofesi menjadi guru SD di masa itu. Orang tua asuh bapak Pujito memiliki empat orang anak, salah
satunya adalah ibu Endang yang berusia dua tahun lebih muda darinya. Ibu Endang
sendiri adalah anak pertama dari bapak Supono dan Ibu Sutartriani.
Karena usia mereka berdua yang terpaut tidak
terlalu jauh maka mereka pun menjadi sahabat. Pujito kecil disekolahkan oleh
keluarga Bapak Supono di SD yang sama
dengan anaknya yang bernama ibu Endang. Bapak Pujito oleh keluarga ini
diperlakukan sama dengan anak-anaknya. Di tahun 1977 ketika Ibu Endang kelas
empat SD, bapak Supono meninggal akibat tumor otak yang sudah cukup parah, dan
pada waktu itu peralatan medis belum secanggih sekarang sehingga nyawa beliau
tidak dapat diselamatkan. Dengan mengandalkan uang pensiunan janda PNS sebesar
Rp 6.500, ibu Sutartriani membesarkan empat orang anak yang masih kecil satu
anak angkat, pendapatan dari pensiunan tersebut tidak cukup untuk membiayai
kehidupan sehari-hari sehingga ia harus bekerja sampingan dengan membuka warung
makan. Warung makan tersebut cukup laris saat itu.
Mengetahui
hal ini bapak Pujito kecil berusaha meringankan beban dari ibu Sutartriani.
Bapak Pujito adalah siswa yang cukup cerdas di masa itu, ia sering menjuarai
lomba cerdas cermat sehingga ia mendapat
beasiswa untuk melanjutkan sekolah ke SMPN 1 Bandung yang merupakan salah satu
sekolah favorit waktu itu, sedangkan Ibu Endang yang memiliki kepandaian
terbatas harus meneruskan ke SMP Karya Pakel, karena beliau tidak lolos seleksi
di SMP negeri. Ibu Endang merasa bersedih karena diantara teman-temannya ia
salah satu dari yang tidak lolos seleksi di sekolah negeri.
Karena bapak Pujito adalah murid yang cerdas
dan tinggal serumah dengan Ibu Endang, ia sering membantu ibu Endang dalam
mengerjakan tugas sekolah dan masalah pelajaran yang dirasa sulit sehingga ibu
Endang pun mulai menjadi siswa yang cukup pandai. Setelah menempuh SMP tiga
tahun mereka berdua ikut seleksi masuk SPG. Bapak Pujito gugur dalam seleksi
karena beliau tidak menguasai bidang seni, lalu akhirnya ia melanjutkan ke SMA
Krida Durenan dan aktif di organisasi OSIS dan selalu menjadi juara kelas serta
sering menjuarai berbagai lomba karya tulis ilmiah mulai tingkat kabupaten
sampai nasional serta berbagai lomba cerdas cermat, dengan hadiah-hadiah yang
di dapat ini cukup meringankan beban ibu Sutartriani dan dapat ikut membiayai
sekolah adik-adik dari Ibu Endang. Sedangkan ibu Endang di dalam seleksi SPG
ini ia lolos dengan nilai terbaik. Sewaktu SPG ibu Endang aktif di kegiatan
ketoprak dan menjadi primadona pada waktu itu. Pada masa inilah mereka mulai
saling jatuh cinta satu sama lain. Mererka berdua menjalani hubungan ini secara
diam-diam.
Karena
tempat tinggal Ibu Endang cukup jauh dari SPG, maka ia terpaksa kost, hal ini
tidak menyurutkan rasa cinta bapak Pujito terhadap ibu Endang. Bapak Pujito
hampir tiap satu minggu sekali menjemput ibu Endang di kost dengan mengendarai
sepeda yang berjarak 25km dengan jalan yang masih tanah dan penerangan belum
ada pada waktu itu. Lulus dari SMA bapak Pujito mendaftar di Akademi
Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) yang ada di Malang, dan diterima setelah
melalui seleksi yang ketat, mendengar kabar ini ibu Endang merasa senang karena
mempunyai kekasih yang memiliki msa depan cerah. Namun tanpa diduga ibu Endang setelah lulus SPG dijodohkan dengan
bapak Mujito dan menikah di tahun 1986, mendengar hal ini bapak Pujito awalnya
merasa sedih namun akhirnya ia menerima kenyataan ini.
Di
tahun 1987 perkawinan ibu Endang dikaruniai seorang anak yang bernama Ade Tuwes
Eko Yumanto, tiga tahun kemudian ibu Endang diangkat menjadi PNS dan mengajar
di SDN Tanggulturus II. Meskipun Ibu Endang telah menikah tapi rasa cinta bapak
Pujito terhadapnya tidak pernah luntur, anaknya dianggap seperti anaknya
sendiri. Di tahun pernikahan ketujuh ibu Endang dikaruniai lagi seorang putra
yang bernama Risma Bayu Dwi Cahyono, kelahiran anak kedua ini terbilang cukup
mnyedihkan karena lahir di tengah hujan badai dan di malam tahun baru Hijriah .
Diusia Risma yang masih berusia dua tahun ibu Endang bercerai dengan bapak
Mujito karena dari awal hubungan mereka tidak harmonis karena usia yang terpaut
cukup jauh serta tekanan-tekanan dari keluarga bapak Mujito sendiri. Dalam
perceraian ini hak asuh anak jatuh ke tangan ibu Endang dan babak baru
kehidupan Ibu Endang pun dimulai lagi.
B.
PERMASALAHAN YANG TERJADI
Meskipun Ibu Endang
menjadi janda beranak dua, namun rasa cinta bapak Pujito terhadap Ibu Endang
tidak surut. Mereka berdua pun menjalin asmara kembali setelah terpisah cukup
lama. Bapak Pujito menganggap anak-anak ibu Endang seperti anaknya sendiri. Gaji
Bapak Pujito sebagai PNS pun sebagian digunakan untuk membantu kehidupan Ibu
Endang serta membiayai sekolah adik-adik Ibu Endang sebagai wujud rasa terima
kasih kepada keluarga Ibu Sutartriani yang telah mengasuhnya dari kecil.
Setelah menjalani masa pacaran selama tiga tahun mereka pun menikah, namun
pernikahan mereka tidak direstui oleh Ibu Sutartriani sehingga acara pernikahan
pun dilaksanakan di rumah paman Ibu Endang. Ibu Endang sempat tidak diakui anak
oleh ibu Sutartriani.
Di
awal pernikahan, keluarga mereka berlangsung harmonis, meskipun tanpa restu
dari Ibu Sutartriani. Pada tanggal 21
Oktober 1999 pada waktu penghitungan suara PEMILU di gedung DPR lahirlah anak
pertama dari pernikahan keduanya, proses kelahiran ini dibantu oleh pembantu
rumah tangga mereka karena bidan dan dokter yang menangani masih menjalankan
sholat asar. Anak pertama ini diberi nama Try Endy Puji Pratama yang berarti
anak ketiga dari Ibu Endang dan anak
pertama dari Bapak Pujito. Saat usia pernikahan keduanya menginjak usia tiga
tahun tabiat bapak Pujito mulai terlihat dengan suka main judi. Saat Ibu Endang
mengandung usia delapan bulan bapak Pujito terpergok selingkuh oleh Ibu Endang
yang menyebabkan Ibu Endang hampir stres karena hamil tua. Disaat Ibu Endang
memasak untuk acara malam 27 Ramadhan di masjid tiba-tiba ia mengalami
kontraksi. Akhirnya di malam itu juga anak kedua dari keduanya lahir dan diberi
nama Catur Pundi Kusuma Rahmadhani, karena peristiwa ini ibu Endang untuk
sementara melupakan kisah perselingkuhan bapak Pujito.
Setelah kelahiran anak kedua dari pernikahan
kedua Ibu Endang ini, hati Ibu Sutartriani mulai luluh dan akhirnya mengakui
Ibu Endang sebagai anakya kembali. Mengenai peristiwa pernikahan kedua ini Ibu
Endang dan keluarga awalnya tidak pernah menceritakannya kepada anaknya yang
bernama Risma , namun Risma akhirnya mengerti sendiri bahwa ayahnya selama ini
adalah ayah tiri begitupun adiknya. Risma mengetahui hal ini dari pernyataan
keluarga terdekat yang terkadang keceplosan membicarakan masalah ini.
Menginjak
usia Risma yang sudah usia 17 tahun dan SMA, tabiat bapak Pujito yang sering
selingkuh dan ketahuan akhirnya keluarga besar bercerita kepada Risma bahwa
ayahnya adalah ayah tiri. Namun Risma tidak kaget dengan pernyataan ini karena
sebelumya ia telah mengetahui dari orang lain, jadi hal ini adalah suatu
konfirmasi suatu kebenaran yang selama ini ditutupi oleh keluarga besar. Setelah
kakak kandung Risma yang bernama Ade menikah dan dikaruniai anak perilaku bapak
Pujito mulai berubah dan akhirnya mulai menyadari bahwa beliau memiliki
keluarga yang kurang harmonis. Semenjak
peristiwa kelahiran cucu pertama keluarga ini akhirnya kembali harmonis dan
kejadian-kejadian masa lalu mereka pun tidak pernah diungkit kembali terutama
masalah perselingkuhan. Namun masalah masa kecil mereka berdua selalu diceritakan
kepada anak-anaknya dengan antusias.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dalam kehidupan keluarga Bapak Pujito dan Ibu Endang masalah itu selalu ada dan datang silir berganti
tetapi permasalahan tersebut bisa dijalani dan diselesaikan dengan ikhlas
karena mereka berdua dari kecil sudah tinggal satu rumah dan tahu tabiat
masing-masing sehingga masalah dapat segera terselesaikan meskipun itu
permasalahan yang cukup berat bagi sebuah keluarga. Hal ini patut kita contoh
karena meskipun itu permasalahan berat namun dapat diselesaikan dengan cara
tanpa pertengkaran.
B.
SARAN
Kehidupan masa lalu seseorang meskipun itu kelam namun
jangan memandang kehidupan ini sebagai suatu peristiwa yang buruk. Karena
dengan adanya masa lalu yang kelam ini kita dapat belajar dari masa lalu
tersebut untuk menjadi suatu individu yang lebih baik di kemudian hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar