MAKALAH
UNTUK MEMENUHI
TUGAS MATAKULIAH
Pengantar ilmu
Sejarah
Yang dibina
oleh Prof. Dr. Hariyono, M.Pd/ Indah W.P. Utami, S.Pd., S.Hum.,M.Pd
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI
TUGAS MATAKULIAH
Pengantar ilmu
Sejarah
Yang dibina
oleh Prof. Dr. Hariyono, M.Pd/ Indah W.P. Utami, S.Pd., S.Hum.,M.Pd
Oleh
Dwi Lidiawati
(130731615709)
Fahmi Nadzar (130731616736)
Fajarini Lestari (130731615749)
Herlin Dwi Rachmania (130731615744)
Suci Suryaning Dias (130731615745)
UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU
SOSIAL
JURUSAN
PENDIDIKAN SEJARAH
September 2013
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI.................................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Masalah.......................................................... 1
1.2 Rumusan
Masalah.................................................................. 1
1.3 Tujuan.................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian sejarah................................................................... 3
2.2 Pengertian imajiasi dan interpretasi....................................... 4
2.3 Peran imajinasi dan imajinasi dalam sejarah......................... 5
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan............................................................................. 9
3.2
Saran........................................................................................ 9
3.3 Daftar rujukan....................................................................... 10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah adalah suatu ilmu yang
mempelajari peristiwa atau kejadian yang terjadi di masa lampau. Peristiwa yang
ditulis dalam sejarah haruslah memenuhi konsep – konsep dasar sejarah agar
dapat menjawab pertanyaan what, where, whom, why dan how. Untuk menjawab
pertanyaan itu dibutuhkan data valid yang memenuhi konsep dasar sejarah. Konsep
dasar sejarah antara lain ruang, waktu, bukti, fakta, kasualitas, dan
interpretasi.
Menurut Moh. Hatta “ sejarah dalam wujudnya memberikan
pengertian tentang masa lampau. Sejarah bukan hanya menghasilkan ceritera dari
kejadian masa lalu sebagai masalah. Sejarah tidak sekadar kejadian masa lampau,
tapi pemahaman masa lalu yang didalamnya mengandung berbagai dinamika, mungkin
berisi problematika pelajaran bagi manusia berikutnya.”
Dalam proses perumusan sejarah banyak sumber berupa bukti
atau fakta yang di temukan. Dari semua bukti itu seorang sejarawan bisa
merekonstruksi peristiwa agar menjadi suatu data sejarah yang valid. Dari titik
inilah dibutuhkan interpretasi dan imajinasi untuk menggambarkan suatu
peristiwa masa lampau agar mudah dipahami dan dipelajari.
Makalah ini dibuat untuk membahas seperti apa
interpretasai dan imajinasi dalam sejarah itu.
Apakah dalam sejarah itu dibutuhkan interpretasi atu tidak.
1.2 Rumusan Masalah
1)
Apa pengertian
imajinasi dan interpretasi dalam sejarah?
2)
Apakah dalam
penulisan sejarah membutuhkan imajinasi dan interpretasi?
3)
Bagaimana peran
interpretasi dan imajinasi dalam sejarah?
1.3 Tujuan Makalah
Mengetahui
pentingnya interpretasi dan imajinasi dalam merekonstruksi dan menuliskan
peristiwa sejarah.
BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari segala aspek peristiwa
atau kejadian yang telah terjadi pada masa lampau dalam kehidupan manusia.
Manusia bergerak diatas bumi ini dalam kurun waktu yang panjang, didorong oleh
motif-motif yang kompleks. Mereka didorong untuk menciptakan nilai-nilai
kehidupan tertentu. Didalam gerakan ini mereka meninggalkan fakta-fakta.
Rentetan fakta-fakta inilah, yang telah menjadi cerita. Orang mengambil
pelajaran tertentu didalam cerita tersebut.
Sejarah yang kita kenal
sehari-hari, ternyata merupakan suatu bangunan kembali atau rekonstruksi dari
bahan-bahan atau fakta-fakta yang telah dikenal. Fakta adalah intisari dari
sumber-sumber sejarah. Jumlah fakta-fakta yang dapat disimpulkan itu belum
merupakan sejarah. Fakta-fakta hanya rangka belaka yang harus diberi daging dan
jiwa agar menjadi sejarah, fakta-fakta dibangun kembali sebagai mana asalnya.
Diadakan rekonstruksi, sehingga mencapai rekonstruksinya yang sebenarnya.
Didalam pengumpulan sejarah itu, yang merupakan sumber-sumber sejarah,
dipergunakan beberapa metodologi dalam penyusunannya.
Didalam Sebuah perumusan sejarah
terdapat banyak sumber atau fakta-fakta yang berbeda dari bukti-bukti dan
pelaku sejarah yang akan dirumuskan. Maka dari itu, pada titik inilah di
butuhkan sebuah kemampuan imajinasi dan interpretasi seorang sejarawan untuk
menggambarkan situasi sebuah peristiwa yang terjadi pada masa
lampau.
IMAJINASI identik dengan khayalan, juga
sering dihubungkan dengan pikiran bawah sadar. Seseorang yang sedang tidur,
misalnya, nalarnya masih bekerja namun di luar kesadaran. Gagasan imajiner
dapat bermula dari pikiran berandai- andai. Pendek kata, imajinasi ialah
pemikiran manusia yang samar. Imajinasi merupakan sebuah pemikiran yang
terbentuk atas bayangan-bayangan tentang sesuatu di benak kita. Tetapi didalam
sejarah imajinasi itu dianggap sebagai media untuk merangkai cerita dengan
fakta-fakta yang ditinggalkan.
Sedangkan INTERPRETASI atau penafsiran
adalah proses komunikasi melalui lisan
atau gerakan antara dua atau lebih pembicara yang tak dapat menggunakan simbol-simbol
yang sama, baik secara simultan (dikenal sebagai interpretasi simultan) atau
berurutan (dikenal sebagai interpretasi berurutan). Interpretasi menurut kamus
besar bahasa indonesia interpretasi diartikan sebagai pemberian kesan, pendapat
atau pandangan teoritis terhadap sesuatu, ataupun tafsiran. Menurut definisi,
interpretasi hanya digunakan sebagai suatu metode jika dibutuhkan. Jika suatu
objek (karya seni, ujaran, dll) cukup jelas maknanya, objek tersebut tidak akan
mengundang suatu interpretasi. Istilah interpretasi sendiri dapat merujuk pada
proses penafsiran yang sedang berlangsung atau hasilnya. Bila orang melakukan
interpretasi terhadap sejarah, maka orang memberikan pendapat atau tafsiran
terhadap fakta-fakta yang ada.
Imajinasi
seseorang saat merumuskan peristiwa sejarah, berbeda dengan sastrawan. Seperti
yang dikatakan oleh Kuntowijoyo “Sejarah dan Sastra berbeda dalam struktur dan
substansinya. Sejarah adalah sejarah sebagai ilmu, dan sastra adalah sastra
sebagai imajinasi.” Imajinasi juga berkaitan dengan fantasi, namun fantasi
lebih pada khayalan yang tidak terarah, sedangkan imajinasi khususnya dalam
sejarah adalah mengkhayalkan sesuatu yang mungkin terjadi dalam sejarah.
Sebenarya, semua kejadian di masa
lampau itu tidak diketahui oleh orang yang hidup sekarang ini. Jadi yang
diketahuinya, adalah ceritera dari masa yang lampau itu, yang didalam bahasa
asingnya dinamakan the narative of history, ceritera menyelidiki
sejarah. Di dalam penyusunan cerita sejarah, diperluakan ilmu. Jika demikian,
maka benarlah yang dikatakan oleh J. Huizinga bahwa kata “sejarah” itu
mengandung tiga makna yaitu: kejadian, ceritera tentang kejadian itu, dan ilmu
yang menyelidiki kejadian itu (ilmu untuk menyusun cerita sejarah berdasarkan
fakta-fakta yang ditinggalkan).
Peran imajinasi dalam sejarah yaitu
sebagai suatu dasar pemikiran untuk merekonstruksi beberapa fakta-fakta
sejarah yang ada sehingga menjadi padu, menjadi satu runtutan cerita sejarah
dibuktikan dengan sebuah obyek pada suatu tempat atau benda. Serta peran
interpretasi dalam sejarah ialah sebuah penafsiran tentang masalah dari
beberapa peniggalan (artefak,ekofak,fitur) yang dipakai untuk menyusun sebuah
cerita sejarah. Sehingga dapat diterima dimasyarakat sebagai cerita bersejarah
yang bisa ditunjukkan dengan bukti-bukti. Jadi imajinasi dan interpretasi dalam
sejarah memiliki peran yang sangat penting dalam pembuatan cerita karena salah
satu hal yang harus dikuasai atau diperhatikan sejarawan dalam menyusun cerita
sejarah.
Moh Yamin menganjurkan agar interpretasi
sejarah indonesia itu haruslah interpretasi sintesis, yaitu sentesa dari
interpretasi theologis, ekonomis, geografis. Seorang sejarawan dalam menulis
cerita sejarah harus bertanggung jawab atas isi cerita sejarah. Dengan
imajinasi dan interpretasi melalui fakta-fakta yang ditemukan. Dalam kaitan
ini, maka suatu kejadian sejarah, dapat diinterpretasikan dengan pandangan
hidup atau pandangan dari segi tertentu sejarawan.
Adanya bermacam-macam interpretasi atas
suatu kejadian, memperkaya atas kejadian itu sehingga dapat pula memberikan
pandangan yang lebih obyektif. Setiap uraian sejarah dengan pendekatan yang
berlainan akan memunculkan uraian yang saling melengkapi. Jadi kejadian
tertentu dapat diinterpretasikan dengan bermacam-macam cara. Peranan penulis
dengan latar belakang yang berlainan itu akan memberikan corak atas gambaran
tertentu terhadap sejarah. Persoalannya bukan benar atau tidaknya kejadian,
tetapi apakah yang hendak kita capai melalui interpretasi tertentu itu.
Karena adanya interpretasi yang
berbeda, maka suatu masalah dapat dilihat secara berlainan. Hal ini di alami
sejarah indonesia, antara lain: mengenai kapan kemerdekaan indonesia. Oleh
sejarawan indonesia disimpulkan bahwa indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus
1945 sesuai dengan proklamasi kemerdekaan indonesia, sedangkan sejarawan dari
belanda menyimpulkan bahwa indonesia itu merdeka 27 Desember 1949 ketika
penyerahan kedaulatan, hal lainnya adalah menyangkut lamanya penjajah di
indonesia. Disatu pihak mengatakan bahwa penjajah itu telah berlangsung selama
tiga setengah abad dan dilain pihak mengatakan hanya tiga puluh empat tahunan.
Interpretasi yang berbeda ini menghasilkan kesimpulan selisih waktu tiga abad
lamanya.
Dua permasalahan dan dua pandangan ini,
mempunyai dasar yang sama, yaitu kedua-duanya berdasarkan atas fakta-fakta
sejarah. Rentetan fakta-fakta yang sama dapat menghasilkan cerita yang berbeda,
permasalahan tersebut karena adanya interpretasi yang berbeda. Hal ini disebut
dengan multi interpretasi. Dengan demikian pandangan yang berkenaan dengan
sejarah itu sifatnya tidaklah monistik tetapi pluralistik.
Bagaimanapun juga sejarah harus
menggambarkan keseluruhan aktivitas manusia, the totality of human action
adalah ideal, bahwa sejarah harus melukiskan kejadian yang sebenarnya. Menurut
istilah Von Ranke, haruslah sesuai dengan apa yang sebenarnya ada (actuallytis).
Tuntutan semacam itu tidaklah mungkin diwujudkan. Bagaimanakah seseorang dapat
menceritakan hal yang sebenarnya terjadi, padahal ia sendiri tidak pernah mengalaminya.
Bagaimanakah mungkin tuntutan itu dilakukannya, kalau ia sendiri didalam
menyusun ceritanya itu berdasarkan kepingan-kepingan fakta.
Dengan bekal pengetahuan lain sebagai
ilmu bantu bagi ilmu sejarah, seperti anthropologi budaya, ekonomi, geografi,
ilmu politik, sosiologi, dapatlah dibayangkan kira-kira kehidupan masyarakat
yang lampau itu sesuai dengan zamannya. Ini berarti bahwa orang mengadakan
imajinasi terhadap masa lampau itu, masa yang sudah tidak ada lagi dihadapan
kita sekarang ini.
Melukiskan sesuatu yang telah lewat,
memerlukan daya khayal atau imajinasi untuk merekonstruksi keadaan itu,
sehingga merupakan suatu kebulatan. Di dalam mengadakan rekonstruksi dimana
imajinasi ini termasuk di dalamnya (sebab tidak ada rekonstruksi tanpa imajinasi),
dengan sendirinya memorisasi itu bekerja pula di dalam proses ini.
Imajinasi dalam sejarah bukanlah
imajinasi liar, tetapi tetep berdasarkan pada bukti dan fakta. Dasar kinerja di
dalam penyusunan sejarah itu, adalah fakta-fakta baik berupa peninggalan-peninggalan
maupun dokumen-dokumen. Tanpa fakta, maka uraian itu tidak merupakan sejarah,
tetapi dongeng atau cerita khayal. Adalah hal yang masuk akal, bahwa dalam
menguraikan atau menceritakan masa lampau itu akan ada kemungkinan tidak
obyektif.
Di dalam menyusun rekonstruksi,
diperlukan pula suatu kecakapan khusus yang berupa tinjauan yang mendalam
terhadap “kompleksitas” fakta-fakta itu. Kecakapan ini adalah hasil dari suatu
latihan dan pengetahuan yang dimiliki oleh seorang sejarawan di dalam bidang
ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan sejarah, seperti filsafat sejarah.
Interpretasi sejarah, didaktik sejarah, metodologi sejarah.
Fakta dalam sejarah banyak sekali
jumlahnya. Tidak semua fakta diperlukan di dalam penyusunan sejarah itu.
Diadakan seleksi atas fakta, mana yang benar-benar penting artinya. Penting
atau tidak penting, berdasarkan atas hal-hal yang obyektif dan juga subyektif.
Ini erat hubungannya dengan kerangka sejarah sebagai keseluruhan. Fakta-fakta,
yang kecil sekali peranannya, atau sama sekali tidak ada artinya dalam kerangka
keseluruhanya, disisihkan.
Adalah suatu tuntutan ilmiah bahwa satu
uraian yang berhubungan dengan obyek yang diselidiki itu, haruslah obyektif.
Peranan subyek, yang mengakibatkan pandangan yang subyektif, haruslah
dihindari. Apalagi mengadakan interpretasi yang sifatnya mengadakan penilaian
terhadap obyek yang diselidiki itu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Imajinasi dan interpretasi sangat
berperan terhadap penulisan sejarah, tentunya imajinasi di dalam sejarah itu
berbeda dengan imajinasi dalam sastra. Di dalam sastra imajinasi hanyalah
fiktif dan tidak obyektif sedangkan imajinasi dalam sejarah berdasarkan
fakta-fakta dan bersifat obyektif. Interpretasi sangat penting dalam menyusun
cerita sejarah, fakta-fakta yang terkumpul belum merupakan sejarah namun masih
perlu di rekontruksi melalui interpretasi. Interpretasi harus bersifat
obyektif, tetapi interpretasi inter subyektif juga diakui dalam penulisan
sejarah.
3.2 Saran
Sehingga dalam melukiskan atau
menuliskan sejarah diharapkan telah mengetahui, memahami, dan memiliki
imajinasi serta intrepretasi yang cakap atau baik agar mudah serta mempunyai
kualitas yang baik dalam melukiskan sebuah sejarah.
DAFTAR RUJUKAN
Ali, R.Moh. 2005. Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia.
Yogyakarta: LKis Pelangi Aksara.
Dekker, Dr.Drs Nyoma S.H. 1994. Aneka Ragam Tentang
Sejarah. Malang: IKIP Malang.
Kuntowijoyo. 2001. Pengantar Ilmu Sejarah.
Yogyakarta: Bentang.
Oleh
Dwi Lidiawati
(130731615709)
Fahmi Nadzar (130731616736)
Fajarini Lestari (130731615749)
Herlin Dwi Rachmania (130731615744)
Suci Suryaning Dias (130731615745)
UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU
SOSIAL
JURUSAN
PENDIDIKAN SEJARAH
September 2013
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI.................................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Masalah.......................................................... 1
1.2 Rumusan
Masalah.................................................................. 1
1.3 Tujuan.................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian sejarah................................................................... 3
2.2 Pengertian imajiasi dan interpretasi....................................... 4
2.3 Peran imajinasi dan imajinasi dalam sejarah......................... 5
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan............................................................................. 9
3.2
Saran........................................................................................ 9
3.3 Daftar rujukan....................................................................... 10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah adalah suatu ilmu yang
mempelajari peristiwa atau kejadian yang terjadi di masa lampau. Peristiwa yang
ditulis dalam sejarah haruslah memenuhi konsep – konsep dasar sejarah agar
dapat menjawab pertanyaan what, where, whom, why dan how. Untuk menjawab
pertanyaan itu dibutuhkan data valid yang memenuhi konsep dasar sejarah. Konsep
dasar sejarah antara lain ruang, waktu, bukti, fakta, kasualitas, dan
interpretasi.
Menurut Moh. Hatta “ sejarah dalam wujudnya memberikan
pengertian tentang masa lampau. Sejarah bukan hanya menghasilkan ceritera dari
kejadian masa lalu sebagai masalah. Sejarah tidak sekadar kejadian masa lampau,
tapi pemahaman masa lalu yang didalamnya mengandung berbagai dinamika, mungkin
berisi problematika pelajaran bagi manusia berikutnya.”
Dalam proses perumusan sejarah banyak sumber berupa bukti
atau fakta yang di temukan. Dari semua bukti itu seorang sejarawan bisa
merekonstruksi peristiwa agar menjadi suatu data sejarah yang valid. Dari titik
inilah dibutuhkan interpretasi dan imajinasi untuk menggambarkan suatu
peristiwa masa lampau agar mudah dipahami dan dipelajari.
Makalah ini dibuat untuk membahas seperti apa
interpretasai dan imajinasi dalam sejarah itu.
Apakah dalam sejarah itu dibutuhkan interpretasi atu tidak.
1.2 Rumusan Masalah
1)
Apa pengertian
imajinasi dan interpretasi dalam sejarah?
2)
Apakah dalam
penulisan sejarah membutuhkan imajinasi dan interpretasi?
3)
Bagaimana peran
interpretasi dan imajinasi dalam sejarah?
1.3 Tujuan Makalah
Mengetahui
pentingnya interpretasi dan imajinasi dalam merekonstruksi dan menuliskan
peristiwa sejarah.
BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari segala aspek peristiwa
atau kejadian yang telah terjadi pada masa lampau dalam kehidupan manusia.
Manusia bergerak diatas bumi ini dalam kurun waktu yang panjang, didorong oleh
motif-motif yang kompleks. Mereka didorong untuk menciptakan nilai-nilai
kehidupan tertentu. Didalam gerakan ini mereka meninggalkan fakta-fakta.
Rentetan fakta-fakta inilah, yang telah menjadi cerita. Orang mengambil
pelajaran tertentu didalam cerita tersebut.
Sejarah yang kita kenal
sehari-hari, ternyata merupakan suatu bangunan kembali atau rekonstruksi dari
bahan-bahan atau fakta-fakta yang telah dikenal. Fakta adalah intisari dari
sumber-sumber sejarah. Jumlah fakta-fakta yang dapat disimpulkan itu belum
merupakan sejarah. Fakta-fakta hanya rangka belaka yang harus diberi daging dan
jiwa agar menjadi sejarah, fakta-fakta dibangun kembali sebagai mana asalnya.
Diadakan rekonstruksi, sehingga mencapai rekonstruksinya yang sebenarnya.
Didalam pengumpulan sejarah itu, yang merupakan sumber-sumber sejarah,
dipergunakan beberapa metodologi dalam penyusunannya.
Didalam Sebuah perumusan sejarah
terdapat banyak sumber atau fakta-fakta yang berbeda dari bukti-bukti dan
pelaku sejarah yang akan dirumuskan. Maka dari itu, pada titik inilah di
butuhkan sebuah kemampuan imajinasi dan interpretasi seorang sejarawan untuk
menggambarkan situasi sebuah peristiwa yang terjadi pada masa
lampau.
IMAJINASI identik dengan khayalan, juga
sering dihubungkan dengan pikiran bawah sadar. Seseorang yang sedang tidur,
misalnya, nalarnya masih bekerja namun di luar kesadaran. Gagasan imajiner
dapat bermula dari pikiran berandai- andai. Pendek kata, imajinasi ialah
pemikiran manusia yang samar. Imajinasi merupakan sebuah pemikiran yang
terbentuk atas bayangan-bayangan tentang sesuatu di benak kita. Tetapi didalam
sejarah imajinasi itu dianggap sebagai media untuk merangkai cerita dengan
fakta-fakta yang ditinggalkan.
Sedangkan INTERPRETASI atau penafsiran
adalah proses komunikasi melalui lisan
atau gerakan antara dua atau lebih pembicara yang tak dapat menggunakan simbol-simbol
yang sama, baik secara simultan (dikenal sebagai interpretasi simultan) atau
berurutan (dikenal sebagai interpretasi berurutan). Interpretasi menurut kamus
besar bahasa indonesia interpretasi diartikan sebagai pemberian kesan, pendapat
atau pandangan teoritis terhadap sesuatu, ataupun tafsiran. Menurut definisi,
interpretasi hanya digunakan sebagai suatu metode jika dibutuhkan. Jika suatu
objek (karya seni, ujaran, dll) cukup jelas maknanya, objek tersebut tidak akan
mengundang suatu interpretasi. Istilah interpretasi sendiri dapat merujuk pada
proses penafsiran yang sedang berlangsung atau hasilnya. Bila orang melakukan
interpretasi terhadap sejarah, maka orang memberikan pendapat atau tafsiran
terhadap fakta-fakta yang ada.
Imajinasi
seseorang saat merumuskan peristiwa sejarah, berbeda dengan sastrawan. Seperti
yang dikatakan oleh Kuntowijoyo “Sejarah dan Sastra berbeda dalam struktur dan
substansinya. Sejarah adalah sejarah sebagai ilmu, dan sastra adalah sastra
sebagai imajinasi.” Imajinasi juga berkaitan dengan fantasi, namun fantasi
lebih pada khayalan yang tidak terarah, sedangkan imajinasi khususnya dalam
sejarah adalah mengkhayalkan sesuatu yang mungkin terjadi dalam sejarah.
Sebenarya, semua kejadian di masa
lampau itu tidak diketahui oleh orang yang hidup sekarang ini. Jadi yang
diketahuinya, adalah ceritera dari masa yang lampau itu, yang didalam bahasa
asingnya dinamakan the narative of history, ceritera menyelidiki
sejarah. Di dalam penyusunan cerita sejarah, diperluakan ilmu. Jika demikian,
maka benarlah yang dikatakan oleh J. Huizinga bahwa kata “sejarah” itu
mengandung tiga makna yaitu: kejadian, ceritera tentang kejadian itu, dan ilmu
yang menyelidiki kejadian itu (ilmu untuk menyusun cerita sejarah berdasarkan
fakta-fakta yang ditinggalkan).
Peran imajinasi dalam sejarah yaitu
sebagai suatu dasar pemikiran untuk merekonstruksi beberapa fakta-fakta
sejarah yang ada sehingga menjadi padu, menjadi satu runtutan cerita sejarah
dibuktikan dengan sebuah obyek pada suatu tempat atau benda. Serta peran
interpretasi dalam sejarah ialah sebuah penafsiran tentang masalah dari
beberapa peniggalan (artefak,ekofak,fitur) yang dipakai untuk menyusun sebuah
cerita sejarah. Sehingga dapat diterima dimasyarakat sebagai cerita bersejarah
yang bisa ditunjukkan dengan bukti-bukti. Jadi imajinasi dan interpretasi dalam
sejarah memiliki peran yang sangat penting dalam pembuatan cerita karena salah
satu hal yang harus dikuasai atau diperhatikan sejarawan dalam menyusun cerita
sejarah.
Moh Yamin menganjurkan agar interpretasi
sejarah indonesia itu haruslah interpretasi sintesis, yaitu sentesa dari
interpretasi theologis, ekonomis, geografis. Seorang sejarawan dalam menulis
cerita sejarah harus bertanggung jawab atas isi cerita sejarah. Dengan
imajinasi dan interpretasi melalui fakta-fakta yang ditemukan. Dalam kaitan
ini, maka suatu kejadian sejarah, dapat diinterpretasikan dengan pandangan
hidup atau pandangan dari segi tertentu sejarawan.
Adanya bermacam-macam interpretasi atas
suatu kejadian, memperkaya atas kejadian itu sehingga dapat pula memberikan
pandangan yang lebih obyektif. Setiap uraian sejarah dengan pendekatan yang
berlainan akan memunculkan uraian yang saling melengkapi. Jadi kejadian
tertentu dapat diinterpretasikan dengan bermacam-macam cara. Peranan penulis
dengan latar belakang yang berlainan itu akan memberikan corak atas gambaran
tertentu terhadap sejarah. Persoalannya bukan benar atau tidaknya kejadian,
tetapi apakah yang hendak kita capai melalui interpretasi tertentu itu.
Karena adanya interpretasi yang
berbeda, maka suatu masalah dapat dilihat secara berlainan. Hal ini di alami
sejarah indonesia, antara lain: mengenai kapan kemerdekaan indonesia. Oleh
sejarawan indonesia disimpulkan bahwa indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus
1945 sesuai dengan proklamasi kemerdekaan indonesia, sedangkan sejarawan dari
belanda menyimpulkan bahwa indonesia itu merdeka 27 Desember 1949 ketika
penyerahan kedaulatan, hal lainnya adalah menyangkut lamanya penjajah di
indonesia. Disatu pihak mengatakan bahwa penjajah itu telah berlangsung selama
tiga setengah abad dan dilain pihak mengatakan hanya tiga puluh empat tahunan.
Interpretasi yang berbeda ini menghasilkan kesimpulan selisih waktu tiga abad
lamanya.
Dua permasalahan dan dua pandangan ini,
mempunyai dasar yang sama, yaitu kedua-duanya berdasarkan atas fakta-fakta
sejarah. Rentetan fakta-fakta yang sama dapat menghasilkan cerita yang berbeda,
permasalahan tersebut karena adanya interpretasi yang berbeda. Hal ini disebut
dengan multi interpretasi. Dengan demikian pandangan yang berkenaan dengan
sejarah itu sifatnya tidaklah monistik tetapi pluralistik.
Bagaimanapun juga sejarah harus
menggambarkan keseluruhan aktivitas manusia, the totality of human action
adalah ideal, bahwa sejarah harus melukiskan kejadian yang sebenarnya. Menurut
istilah Von Ranke, haruslah sesuai dengan apa yang sebenarnya ada (actuallytis).
Tuntutan semacam itu tidaklah mungkin diwujudkan. Bagaimanakah seseorang dapat
menceritakan hal yang sebenarnya terjadi, padahal ia sendiri tidak pernah mengalaminya.
Bagaimanakah mungkin tuntutan itu dilakukannya, kalau ia sendiri didalam
menyusun ceritanya itu berdasarkan kepingan-kepingan fakta.
Dengan bekal pengetahuan lain sebagai
ilmu bantu bagi ilmu sejarah, seperti anthropologi budaya, ekonomi, geografi,
ilmu politik, sosiologi, dapatlah dibayangkan kira-kira kehidupan masyarakat
yang lampau itu sesuai dengan zamannya. Ini berarti bahwa orang mengadakan
imajinasi terhadap masa lampau itu, masa yang sudah tidak ada lagi dihadapan
kita sekarang ini.
Melukiskan sesuatu yang telah lewat,
memerlukan daya khayal atau imajinasi untuk merekonstruksi keadaan itu,
sehingga merupakan suatu kebulatan. Di dalam mengadakan rekonstruksi dimana
imajinasi ini termasuk di dalamnya (sebab tidak ada rekonstruksi tanpa imajinasi),
dengan sendirinya memorisasi itu bekerja pula di dalam proses ini.
Imajinasi dalam sejarah bukanlah
imajinasi liar, tetapi tetep berdasarkan pada bukti dan fakta. Dasar kinerja di
dalam penyusunan sejarah itu, adalah fakta-fakta baik berupa peninggalan-peninggalan
maupun dokumen-dokumen. Tanpa fakta, maka uraian itu tidak merupakan sejarah,
tetapi dongeng atau cerita khayal. Adalah hal yang masuk akal, bahwa dalam
menguraikan atau menceritakan masa lampau itu akan ada kemungkinan tidak
obyektif.
Di dalam menyusun rekonstruksi,
diperlukan pula suatu kecakapan khusus yang berupa tinjauan yang mendalam
terhadap “kompleksitas” fakta-fakta itu. Kecakapan ini adalah hasil dari suatu
latihan dan pengetahuan yang dimiliki oleh seorang sejarawan di dalam bidang
ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan sejarah, seperti filsafat sejarah.
Interpretasi sejarah, didaktik sejarah, metodologi sejarah.
Fakta dalam sejarah banyak sekali
jumlahnya. Tidak semua fakta diperlukan di dalam penyusunan sejarah itu.
Diadakan seleksi atas fakta, mana yang benar-benar penting artinya. Penting
atau tidak penting, berdasarkan atas hal-hal yang obyektif dan juga subyektif.
Ini erat hubungannya dengan kerangka sejarah sebagai keseluruhan. Fakta-fakta,
yang kecil sekali peranannya, atau sama sekali tidak ada artinya dalam kerangka
keseluruhanya, disisihkan.
Adalah suatu tuntutan ilmiah bahwa satu
uraian yang berhubungan dengan obyek yang diselidiki itu, haruslah obyektif.
Peranan subyek, yang mengakibatkan pandangan yang subyektif, haruslah
dihindari. Apalagi mengadakan interpretasi yang sifatnya mengadakan penilaian
terhadap obyek yang diselidiki itu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Imajinasi dan interpretasi sangat
berperan terhadap penulisan sejarah, tentunya imajinasi di dalam sejarah itu
berbeda dengan imajinasi dalam sastra. Di dalam sastra imajinasi hanyalah
fiktif dan tidak obyektif sedangkan imajinasi dalam sejarah berdasarkan
fakta-fakta dan bersifat obyektif. Interpretasi sangat penting dalam menyusun
cerita sejarah, fakta-fakta yang terkumpul belum merupakan sejarah namun masih
perlu di rekontruksi melalui interpretasi. Interpretasi harus bersifat
obyektif, tetapi interpretasi inter subyektif juga diakui dalam penulisan
sejarah.
3.2 Saran
Sehingga dalam melukiskan atau
menuliskan sejarah diharapkan telah mengetahui, memahami, dan memiliki
imajinasi serta intrepretasi yang cakap atau baik agar mudah serta mempunyai
kualitas yang baik dalam melukiskan sebuah sejarah.
DAFTAR RUJUKAN
Ali, R.Moh. 2005. Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia.
Yogyakarta: LKis Pelangi Aksara.
Dekker, Dr.Drs Nyoma S.H. 1994. Aneka Ragam Tentang
Sejarah. Malang: IKIP Malang.
Kuntowijoyo. 2001. Pengantar Ilmu Sejarah.
Yogyakarta: Bentang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar